Thursday 24 December 2020

Journey To Jember: Yang Tersisa dari Tempeh Labruk #3

 Touring ku ke Jember ini memang setengah mendadak sih, bosan di rumah dan jenuh di kantor membuat hasrat mbolangku bergolak memberontak. Situasi pandemi pun ikut menambah tekanan, pengen kemana-mana, khawatir kerumunan lah, takut razia lah... Aku kalau touring itu lebih nyaman berangkat sendiri, kalau sama temen belum tentu si temen ada waktu lebih, makanya aku seering berangkatnya dadakan.. kayak tahu bunder itu, dipanggan dadakan.. haha...Tapi aku tetap pikir positif saja. Setengah persiapan, setengahnya nekad juga. Hahaha.. Melanjutkan perjalanan setelah sesaat berhenti di jembatan Kali Mudjur, salah sungai aliran lahar hujan gunung Semeru, titik transitku selanjutnya adalah eks stasiun Tempeh.. bukan tahu yaa.. xixixi..

Beberapa waktu lalu ku buka-buka lah beranda facebook, tak sengaja muncul satu postingan yang rare banget! Karena ini foto yang sangat jarang ada di dunia maya, belum tentu banyak orang nemuin. Head picture tersebut aku boleh dapat dari sebuah post facebook grup Indonesian Railfans yang dikutip oleh Faishal Ammar (amit nun sewu ngutip fotonya ya.. hehe). Gambarnya itu menceritakan peristiwa peresmian layanan baru kereta api dengan loko ringan D301 nomor 78. Tapi kok bukan di stasiun besar peresmiannya? Kayaknya itu di stasiun kecil deh, dimana sih?


Yup, betul sekali.. itu memang bukan di stasiun besar, tapi di stasiun kecil di lintas cabang yang masih searah dengan perjalanan solo touringku, stasiun Tempeh. Sebenarnya bukan stasiun, kelasnya dulu disebut 'halte', atau stasiun kelas 3. Jadi ceritanya yang disampaikan oleh empunya foto yang namanya tertanda di foto tersebut, pak Abdullah Widjaja, sejak peristiwa G30S, jalur cabang dari Klakah ke Lumajang dan Pasirian mengalami krisis operasional yang memaksa jalur cabang ini dinonaktifkan sementara. Sebabnya banyak pegawai operasional yang tidak mau ditugaskan disana karena ketakutan. Penghentian sementara layanan jalur Klakah-Pasirian itu bersamaan dengan jalur Rogojampi-Benculuk. Sampai akhirnya tahun 1976, pak Widjaja yang merupakan pegawai PJKA wilayah Inspeksi 11 Jember diangkat menjadi Kepala Lalulintas dan Perniagaan Inspeksi 11 JR, beliau mendapat mandat utama untuk mengembalikan angkutan barang disana, dan setengah tahun setelah pengangkatan, berjalannya angkutan tembakau menuju Surabaya dan Semarang dari Bondowoso. 3 tahun kemudian, seperti yang tergambar dalam foto diatas, pak Widjaja yang disaksikan bersama Wedana Tempeh, meresmikan angkutan penumpang yang sempat terhenti beberapa tahun di lintas Klakah-Lumajang-Pasirian. Dengan dipimpin PPKA/KS stasiun Tempeh upacara pemberangkatan pertama KA penumpang di lintas tersebut menandai kebangkitan kembali layanan KA penumpang dengan rute Pasirian-Lumajang-Klakah/Jember lewat Balung-Rambipuji dengan tarif Rp 50 sampai Rp 125 untuk sekali jalan, dan Rp 1100 untuk abonemen anak sekolah rute Pasirian-Lumajang. Sayang sekali, perkembangan angkutan lalu lintas non rel yang semakin berkembang menekan eksistensi kereta api yang tak kunjung berkembang. Lihat saja dalam foto tersebut, lintas hanya bisa dilalui lokomotif ringan D301 yang menandakan kualitas jalur relnya yang semakin menurun, sudah pasti kecepatan KA nya juga tidak lebih kencang dari angkutan umum non rel, hingga akhirnya tahun 1988 menjadi penghujung sejarah jalur cabang Klakah-Lumajang-Pasirian.

Kembali ke solo touring blusukan jalur mati. Melanjutkan perjalananku menuju Jember dari jembatan Kali Mudjur tadi, masih dengan memakai panduan dari GoogleMaps yang aku dengarkan menggunakan headset, sejauh 1,5 km ke utara aku sampai di sebuah stasiun yang nampak besar di ujung sebuah jalan kampung. Hampir pangling kalau itu adalah bangunan eks stasiun Tempeh, karena bagian tengahnya sudah berubah menjadi sebuah sekolah PAUD, tapi memperhatikan sebelah kanan dan kiri PAUD itu, barulah aku yakin kalau itu adalah eks stasiun Tempeh. Secara fisik bangunan stasiun yang diperkirakan memiliki dimensi PxLxT 6x17x5 meter ini masih sangat bagus, mirip seperti bangunan stasiun Pasirian. Hanya saja sisi selatan stasiun yang merupakan ruang loket stasiun, sudah sedikit runtuh gentingnya. Stasiun yang masih lengkap dengan sign-name stasiun bertuliskan "TEMPEH + 93 M" di kedua sisi arah jalur KA, memiliki emplasemen dengan jalur 1 yang kini menjadi jalan kampung. Aku kurang tahu kira-kira dulu stasiun Tempeh ini punya berapa jalur, hanya saja kalau pada jaman dulu statusnya "halte", semestinya stasiun ini hanya memiliki 1 jalur KA. Apalagi, letak stasiun ini tidak terlalu jauh dengan stasiun Mudjur yang sudah runtuh.


Lumayan utuh sih stasiun tersebut, meski umur bangunan tersebut sama dengan umur lintas cabang yang sudah lebih dari 120 tahun, dan telah non fungsi selama lebih dari 30 tahun, tapi bangunan stasiun atau halte Tempeh itu tidak mengalami banyak kerusakan. Sama seperti stasiun Pasirian yang tetap berdiri utuh hingga sekarang. Untuk menuju kesana, eks Stasiun Tempeh ini ada di Jl Stasiun yang berada tepat di samping Masjid At Taqwa, Tempeh, di sebelah barat jalan raya. Hanya beberapa menit saja aku rehat di eks stasiun Tempeh, aku melanjutkan perjalanan ke titik berikutnya. Stasiun Tempeh ini secara realistik berada hanya 2 petak jalan dari stasiun Lumajang, menuju utara dari Tempeh, titik berikutnya yang aku ketahui adalah lokasi eks Halte Labruk.

Menyusuri jalan raya Pasirian-Lumajang yang mulai ramai tanda sudah dekat dengan daerah Kota, GoogleMaps mengarahkanku menuju lokasi yang berada di jalan stasiun. Namun kali ini aku agak ragu, karena informasi yang aku dapatkan, Halte Labruk ini berada ditengah perkampungan yang mirip seperti perumahan, saat aku survey di Google Maps, 4 arah jalan kampungnya itu merupakan Jl Stasiun, makanya sekitar 400 meter menuju lokasi, aku sempat berhenti untuk memastikan lagi lokasiku berada. Memang tidak jauh sih, ternyata hanya sejauh 2 blok saja lokasi eks Halte Labruk. Setelah memasuki jalan kampung yang bernuasa seperti perumahan, tiba lah aku di lokasi eks Halte Labruk. Sebuah bangunan tidak besar berada di tengah-tengah ruang cukup terbuka, tanpa plang aset, di sudut perempatan jalan kampung. Itulah bangunan eks halte Labruk, Lumajang

Eks Halte Labruk ini cuma perhentian kecil, mungkin kalo dibandingkan dengan halte di jalur aktif yang sempat eksis hingga tahun 2000an mungkin halte Labruk hanya setingkat halte Bangsal (petak Mojokerto-Tarik) dan halte Kumendung (petak Boharan-Sepanjang). Halte Labruk ini masih ada bangunannya, kecil hampir mirip pos siskamling/pos satpam, saat aku kesana bangunannya sudah bercat biru dengan fungsional kini menjadi semacam posyandu. Dan untuk mencari tempatnya ternyata tidaklah sulit, karena halte Labruk ini tepat menghadap tembok nama Kantor Kepala Desa Kebonsari, Lumajang. Di area belakang Halte Labruk terdapat lapangan voli dan letak halte ini berada disudut perempatan jalan kampung setempat. Perjalanan aku lanjutkan menuju arah Kota Lumajang, titik terdekat yang aku ingin mampir yaitu titik percabangan jalur Lumajang-Pasirian/Balung. Tidak jauh sih dari Halte Labruk tadi, cuma skitar 3 km saja.  

To be continue..

Data Stasiun Tempeh

Kode            : 5805 / TPE

Alamat         : Jln Stasiun 25, Tulusrejo I, Tempeh Lor, Tempeh, Lumajang

Km Lintas    : 27+314 

Link Lokasi    8°11'57.2"S 113°10'29.9"E (https://goo.gl/maps/pHaCVNgT9RvekA3PA)

Data Halte Labruk

Kode            : 5804 / LBK

Alamat         : Jln Stasiun/Jln Balai Desa Kebonsari, Lumajang

Km Lintas    : 27+314 

Link Lokasi    8°11'57.2"S 113°10'29.9"E (https://goo.gl/maps/WPewTdHM8uusBjJGA)

No comments:

Post a Comment

Ada pertanyaan, keluhan, sanggahan, kritik, atau pesan-pesan lainnya, tinggalkan komentar Anda dibawah ini. Terima kasih