Lama tak buka blog, sampe salah satu garapan ini tak kunjung usai hampir setahun lamanya... Hehe...
|
Halte Perning |
Alhamdulillah, satu lagi perjalanan menelusuri sejarah masa lampau terlaksana. Setelah tempo hari sebelumnya saya menelusuri
Jalur Mati Tulungagung-Trenggalek yang misterius, beberapa hari lalu saya menelusuri satu lin jalur mati yang terhubung di tiga kabupaten, Jombang, Mojokerto, dan Sidoarjo, yaitu jalur Jombang Kota-Ploso-Gempolkerep-Krian.
Senin, 4 Februari 2013, tepatnya sehari sebelum agenda KRS-an 122 (semester 6), sengaja saya memilih hari itu untuk blusukan, agar lebih efisien dan hemat waktu, karena sekaligus saya kembali ke Surabaya dari Tulungagung. Tidak banyak persiapan saya untuk blusukan, hanya persiapan seperti biasa ketika saya kembali ke "perantauan". Karena blusukan kedua ini merupakan rute yang baru bagi saya, jadi saya tidak mengunjungi banyak lokasi. Takut nyasar..hehehe... Lagipula saat tersebut masih musim penghujan, saya malas sekali bila blusukan sambil hujan-hujan, sudah jelas itu sangat mengganggu!
Dokumentasi yang saya buat dalam bentuk catatan, video, dan foto diharapkan dapat membantu dalam penelusuran jalur mati itu di lain waktu. Dalam blusukan ini, saya juga menggunakan media informasi dunia maya seperti
Google Maps dan (yang paling penting)
Wikimapia.Org.
Penelusuran saya mulai dari pencarian stasiun
Jombang Kota.
Menurut informasi yang saya dapatkan, lokasi stasiunnya berada di sekitar
Pasar Jombang. Kalau kita naik kendaraan dari arah Kertosono (arah PG Jombang), pertigaan PG Jombang menuju ke utara (satu arah yang lurus arah Babat) sejauh kira-kira 100m. Pertigaan pertama dari pertigaan awal tadi, belok ke kanan (arah ke timur). Cari saja kios buah yang berada di utara jalan, hanya satu penanda stasiunnya, namun disana tak ada tanda plakat aset PT KAI. Saat kesana saya sempat kebablasan sampai ujung jalan, saya balik ke arah pasar sampai saya menemukan tanda nama
Jombang Kota di dinding atas bangunan kios buah.
|
Eks Stasiun Jombang Kota |
Kondisi bangunannya masih cukup baik, peronnya juga masih nampak namun sudah ditempati bangunan semi permanen di atasnya di beberapa tempat. Tidak sempat saya menjelajah daerah emplasemennya karena memang tidak 100% fokus ke tracking jalur mati, jadi saya tidak masuk ke belakang stasiun, lagi pula ramai banyak pedagang dan warga sekitar.
Lanjut perjalanan, saya kembali ke jalan raya arah Ploso. Dari pertigaan dekat PG Jombang tadi, hingga perempatan trafic light pertama jurusan Ploso-Terminal Jombang-(satunya lagi jurusan kemana ya? Saya lupa... hehehe)
|
Perempatan lampu merah arah Babat dan terminal Jombang |
saya temukan beberapa batang jalur rel yang keluar dari tanah pinggir aspal, dimulai dari 100 meter selatan perempatan (rel di tikungan yang memotong jalan tidak saya jumpai), eks jalur Jombang-Ploso-Babat tepat menyusuri pinggir jalan raya dan 0 meter dari bibir parit besar di sebelahnya. Kondisi eks jalurnya sangat mengenaskan, banyak di beberapa daerah jalurnya sudah termakan badan jalan, batang rel yang tersisa pun antara masih utuh separuh-lengkap dan sudah hilang. Rel yang masih utuh saya lihat dalam keadaan bengkok-bengkok, dan bagian yang mengenaskan itu relnya sudah menggantung di parit, tanda railbaan sudah tergerus air, dan ada beberapa batang pohon besar yang tumbuh tepat di tengah poros rel!
|
Pondasi jembatan sebelum Stasiun Ploso |
Sekitar 20 menit menyusuri jalan akhirnya saya sampai di kecamatan paling tenar di pesisir Kabupaten Jombang sebelah utara (karena namanya paling banyak disebutkan di penunjuk jalan di rute utama saya.. hehe), yaitu
Kecamatan Ploso. Memasuki kota Ploso, sudah pasti kita akan melewati jembatan kali Brantas. Disana saya jadi sedikit merinding tatkala saya melihat 2 gelagar besar eks pondasi jembatan KA yang ada di sebelah barat jembatan jalan raya. Dua pondasi jembatan KA itu terlihat masih sangat baik dan utuh, kecuali rangka-rangka jembatan yang sudah tidak ada. Setelah menyeberang jembatan, jalan mentog di pertigaan, kalo ke kiri menuju Kertosono, ke kanan menuju kota Ploso dan Mojokerto. Saya berhenti sebentar di warung dekat jembatan, di pinggir kali, disana saya amati bekas railbaan. Di lokasi, bagian tanah di seberang jalan dengan di bibir kali, lebih rendah kurang lebih 2 meter! Nah, loh... Gak mungkin KA bisa naik-turun di ketinggian 2 meter hanya dalam rentang jarak 10 meter saja! Jalan aspalnya juga lebih rendah dari bantaran kali...
Perkiraan saya, dulu railbaan jalur relnya, yang menurut peta digambarkan melengkung ke timur setelah jembatan, tertanam di atas sebuah gundukan tanah yang menurun.
|
Jalan jurusan Kertosono |
Jadi rel tidak serta-merta langsung menurun 2 meter, namun menurun bertahap sejauh kurang lebih 500 meter. Namun gundukan tanah yang tinggi itu sudah tidak ada lagi. Lanjutkan perjalanan, saya putuskan menyusuri perkampungan melalui jalan kecil yang ada di dekat pertigaan jembatan.
|
Sebelum stasiun Ploso |
Di mulut jalan itu saya melihat ada papan aset berdiri disana. Jalan tersebut membelok ke timur, menyusuri lengkung eks jalan rel kurang lebih setengah kilometer. Menurut peta, eks jalan rel dari jembatan melengkung ke timur, kemudian lurus sejauh 100an meter, kemudian membelok ke kiri (utara). Bila mengacu pada Wikimapia.org, tepat di tengah sebelah luar lengkung ke kiri atau utara jalan rel, ada yang memberikan penanda dan keterangan mengenai
Eks Dipo Loko Ploso.
|
Sebelum stasiun Ploso |
Loh, emang stasiun Ploso dulunya punya dipo ya? Tapi dalam area yang diberi penanda tersebut, tidak ada bagian bangunan yang atapnya menyerupai bangunan dipo pada umumnya. Lokasinya juga tepat setelah pertigaan besar Ploso (jurusan Babat-Mojokerto), namun saat ditinjau kesana, tidak ada tanda-tanda adanya dipo.
Saya keluar dari kampung menuju jalan raya. Menurut petunjuk, percabangan Ploso terdapat di utara terminal angkot Ploso, tak disangka saya sudah melewati terminal angkot. Saya melihat ada plang aset PT KAI di sudut jalan yang menyerong dan melengkung ke sebelah timur laut dari jalan raya.
Ternyata itu bekas railbaan jalur Ploso-Lespadangan, dan railbaan arah Babat tetap di sebelah barat jalan.
|
Ke Jl Kenconowungu arah Lespadangan |
|
Arah ke Babat |
|
Bagian depan eks Stasiun Ploso |
Saya memutuskan kembali ke arah kota untuk mencari eks stasiun Ploso. Tak seberapa jauh, saya menemui sebuah kedai makan (kalau tak salah ingat) bercat kuning dan terdapat plang aset PT KAI didepannya, saya lihat sebelah atapnya dan ternyata benar itu bangunan stasiun Ploso. Saya hanya memandanginya di seberang timur jalan, agar lebih leluasa, masih ada dan terlihat jelas tulisan
PLOSO di dinding utara stasiun.
|
Eks Stasiun Ploso |
Setelah ambil foto sebentar, saya lanjutkan perjalanan menyusuri eks railban jalur ke Lespadangan. Jalan kampung yang berujung di Jl. Konconowungu
|
Plang Jl Kenconowungu dan aset PT KAI |
|
Plang aset di perlintasan pertama |
itu, merupakan awal dimana sepanjang jalur Ploso-Lespadangan-Krian banyak terpasang plang aset KAI. Keluar dari Jl Kenconowungu, saya beranjak ke titik perlintasan pertama eks Ploso-Lespadangan.
Setelah mampir sejenak di eks perlintasan pertama dari Ploso, saya bergegas menuju jalan raya Ploso-Lespadangan yang berada di pesisir kali Brantas.
|
Ke Halte Lengkong
Mungkinkah nampak disana itu lokasi Halte Lengkong?
|
|
Sebelum Halte Lengkong |
|
Ke Halte Lengkong |
Halte Lengkong. Lokasi perkiraan halte tersebut berada di
7°26'30.359''S 112°15'3.5122''E atau bila ditelusuri jalan menuju kesana berada di timur pabrik Cheil Jedang Indonesia. Saat menelisik kesana, hanya nampak lahan railbaan yang ditumbuhi oleh pohon pisan, utuh memanjang dari barat ke timur. Di sebelah timurnya terlihat kumpulan pohon pisang yang agak rimbun, mungkin itu bekas halte Lengkong namun tak nampak ada bangunan halte.
Lanjut ke timur, saya menuju ke Halte Lengkeng. Halte ini terletak di 7°26'20.7488''S 112°15'29.7007''E atau sekitar 700 meter dari Halte Lengkong.
|
Papan di sekitar lokasi Lengkeng |
Saat saya kesana hanya melihat rimbunan tebu menutupi railbaan ke arah barat. Namun di wikimapia.org, seseorang menggambarkan garis sketsanya terdapat spoor belok di halte tersebut, dan nampak kontur tanah yang lebar di Halte Lengkeng. Lanjut ke objek selanjutnya.
Lebih ke timur lagi, saya mencari lokasi
7°25'49.1297''S 112°17'9.7469''E dimana letak Halte Tapenploso.
|
Plang aset di Tapenploso |
Halte ini membuat saya bingung, karna pada wikimapia.org, seseorang menunjukkan lokasi halte ini ada di titik tersebut, namun saya tidak melihat ada petunjuk lokasi eks haltenya, hanya plang aset yang saya lihat disana. Ada sebuah jalan menuju kampung kecil, ternyata jalannya buntu. di wikimapia.org digambarkan di sebelah timur tak jauh dari titik tersebut ada garis eks rel yang menyimpang menjadi spoor badug, mungkin ada industri disana, atau mungkin untuk mengangkut hasil kebun seperti tebu, mengingat jalur ini juga melintas di depan PG Gempolkerep.
Pencarian selanjutnya di titik 7°26'17.3519''S 112°18'22.8758''E yaitu
Halte Menturus.
|
Plang aset dekat Halte Menturus |
Di lokasi yang saya telisik disana, ada satu bangunan yang sempat bikin saya bimbang, sebuah rumah kayu yang memiliki teras beratap tepat disebelah plang aset PT KAI. Saya tidak bisa memastikan apakah itu bekas halte KA atau rumah biasa, kalau halte KA kecil kemungkinan berada di pinggir jalan desa, karena pasti bila kereta berhenti akan menghalangi jalan itu. Tapi saya menduga itu hanyalah rumah biasa.
Perhentian selanjutnya adalah Halte Keboan yang berada di 7°26'43.5768''S 112°19'37.4196''E. Lokasinya berada dekat dengan MTSN Bakalan Rayung.
|
Plang aset di Keboan |
|
Plang aset di Keboan |
Saat disana saya hanya melihat 2 plang aset di sebelah sekolah itu, namun saya sempatkan menyusuri jalan desa yang berada di depan MTSN, namun saya tidak melihat ada bekas halte di lokasi yang digambarkan dalam wikimpaia.org, ditambah lagi saat itu memang sedang musimnya tebu, sehingga mempersulit pandangan untuk melihat ke arah railbaan. Sedikit kecewa, saya putuskan untuk melanjutkan ke titik selanjutnya.
|
Eks bantalan rel di Ngares |
Perhentian selanjutnya yaitu Halte Ngares di titik 7°27'3.2047''S 112°21'25.1802''E. Lokasinya berada di SD Ngares dan lapangan desa Ngares. Disana saya tidak menemukan plang aset PT KAI, namun saya menjumpai sekumpulan bantalan kayu yang masih utuh dan diikatkan dengan menggantung 2 batang rel diatas. Anehnya, itu bukan batang rel yang sesuai untuk keretanya PT KAI.
|
Lapangan Ngares |
Terlihat dari ukuran kepala rel yang kecil, saya yakin itu untuk lori tebu PG Gempolkerep.
Perjalanan selanjutnya tibalah saya di PG Gempolkerep, sayang sekali saya tidak mengambil foto PG nya, hanya sebuah plang aset PT KAI yang saya temui di titik 07°27′22.3″S 112°22′34.2″E. Namun yang bikin penasaran adalah jalur KA nya bercabang di titik 07°27′04.4″S 112°21′41.5″E (lihat di wikimapia.org), arah ke selatan itu terus ke Halte Gempolkerep dan yang sebelah kiri memutar hingga masuk ke PG Gempolkerep dari sebelah belakang pabrik.
|
Plang aset menjelang halte Gempolkerep |
Saya kira hanya sebuah jalur lori tebu, namun kontur tanah yang saya lihat melalui wikimapia.org terlihat jejak railbaan yang mengarah ke PG menjadi satu dengan jejak railbaan milik PT KAI, misteri ini belum terjawab meskipun saya sempat blusukan di jalan makadam di belakang PG Gempolkerep. Lebih disayangkan lagi, ketika saya hendak menyusuri Halte Gempolkerep, saya salah rute, sehingga saya tak mendapatkan apa-apa disana. Padahal menurut kawan saya, Halte Gempolkerep itu masih ada bangunan stasiunnya! Letaknya berada di sekitar titik 7°27'24.7183''S 112°23'13.3652''E, saat saya menelisik kesana, dari PG Gempolkerep, ke timur sedikit masuk jalan serong ke kiri. Namun lokasinya bukan dipinggur jalan itu, tapi diantara jalan raya dan jalan kampung yang masuk serong tadi, ada gang kecil, nah disitulah bekas railbaan Halte Gempolkerep dan saya tidak tau jalan menuju kesana!
Saya kembali ke jalan raya untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Setelah Gempolkerep, tujuan selanjutnya adalah Stasiun Lespadangan. Sebenarnya diantara Gempolkerep-Lespadangan ada 1 perhentian, namun saya gagal menemukannya karena waktu sudah semakin siang. Lokasinya sekitar 7°27'25.114''S 112°24'17.6314''E, yaitu perhentian Pagerluyung.
Saya hanya menemukan beberapa plang aset PT KAI yang sudah diperbarui. Sialnya, di tengah jalan mendadak turun hujan sekilas yang cukup deras, memaksa saya untuk berhenti dan pasang mantel. Langit seolah mengejek, baru lanjut perjalanan sebentar ternyata hujannya cukup singkat! Sesaat kemudian saya tiba di
Terminal angkot Lespadangan.
|
Sebelum stasiun Lespadangan |
Sejatinya, eks railbaan membelah terminal yang berada di tengah bunderan jalan. Di sebelah timur terminal, ada 3 persimpangan jalan, tapi yang merupakan eks railbaan adalah persimpangan yang ketiga dari selatan. Di ujung jalan itu ada sebuah bangunan, mirip seperti stasiun. Hampir saya terkecoh karena bangunan teras itu ada di belakang plang aset PT KAI, sebenarnya stasiun Lespadangan itu lebih ke timur lagi, masuk ke jalan kampung. Saya masuk ke kampung, akhirnya saya menjumpai bangunan besar ber plang aset yang sama seperti di stasiun Ploso tadi. Itulah stasiun Lespadangan!
|
Bagian depan Stasiun Lespadangan |
|
Stasiun Lespadangan
tampak dari timur |
|
Kanopi stasiun Lespadangan |
Bangunan stasiun ukuran sedang yang memiliki penutup peron 1 itu terlihat masih cukup terpelihara, dimanfaatkan oleh warga setempat untuk memarkirkan mobilnya dan untuk aktivitas lain. Entah stasiun ini memiliki berapa jalur dulunya, apakah dulunya adalah stasiun kelas 2 atau lebih rendah lagi, memiliki dipo/tower air atau tidak mengingat jarak tempuh Ploso-Krian itu juga cukup jauh untuk sekelas
trem.
|
Peron stasiun Lespadangan |
Stasiun Lespadangan ternyata tidaklah jauh dari
Stasiun Mojokerto! Dari stasiun Lespadangan ke selatan melewati jembatan Padangan akan sampai di alun-alun kota Mojokerto. Melihat dari peta online, dari alun-alun terus ke selatan pasti akan sampai di PJL stasiun Mojokerto.
|
Eks railbaan emplasemen Lespadangan |
Lanjut lagi ke objek selanjutnya, saya bergegas ke salah satu halte KA yang kabarnya masih ada bangunan stasiunnya secara utuh dan terdapat 1 unit gerbong YR yang tertinggal disana. Perjalanan saya kali ini tetap menyusuri kali Brantas, dan sepanjang jalan banyak saya lihat plang aset yang sepertinya baru saja diperbarui, karena plang aset itu berwarna putih dan berlogo PT KAI yg baru (bukan yang Z). Plang-plang aset tersebut tertancap di bagian tanah yang agak rendah dari jalan raya.
Setelah keluar daerah kota Mojokerto, saya jarang menemukan plang aset PT KAI, padahal posisi eks railbaan berada di pinggir jalan raya. Saya hanya menemukan satu bekas pondasi jembatan ukuran sedang di sebuah jembatan jalan di sebelah warung.
|
Eks jembatan daerah Jetis |
Besi jembatan sudah tidak ada lagi, sedangkan pilar tengah jembatan sudah ambruk karena erosi aliran sungai. Saya lihat ada satu besi rel yang menjulur ke tengah sungai. Sejenak saja, kemudian saya lanjutkan ke jembatan Jetis.
|
Eks pondasi jembatan daerah Jetis |
Sesampainya di jembatan jalan raya tipe kurung, setelah menyeberang saya belok kanan ke jalan desa dekat jembatan itu, tak jauh dari jembatan Jetis, saya berhenti di sebuah pertigaan kecil. Itulah pertigaan eks railbaan jalur KA. Saya bergerak menyusuri jalan itu, namun naas bagi saya, karena kondisi pada saat itu mungkin baru diguyur hujan semalaman, membuat saya terkecoh dengan bagian tanah yang saya kira masih keras, ternyata tanah di samping kubangan airnya juga ikut lunak, sehingga roda depan selip dan akhirnya saya terjerembab ringan ke tanah. Uugghh...! Untungnya ada seorang bapak pencari rumput dengan senang hati menunjukkan sebuah sumber air yang ada di tengah rimbunan ilalang 5 meter dari eks railbaan.
|
Eks railbaan sebelum Perning |
Sejenak saya bersihkan bagian sepatu saya yang kena lumpur tadi di sumber air itu. Sekitar 5 menit kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Halte Perning, tak lupa saya sampaikan terima kasih ke bapak yang tadi.
Tak jauh dari lokasi saya jatuh tadi, saya sampai di area yang lapang dan tanahnya cukup keras. Dari jauh terlihat ada truk yang hendak menurunkan muatan tanah, sepertinya eks railbaan tersebut hendak dibenahi jalannya, atau bahkan hendak diaspal.
|
YR mangkrak di Perning |
Beberapa meter kemudian, saya dibuat terperangah saat saya melihat ada 1 unit gerbong YR yang masih tertinggal di Halte Perning, kondisi gebong tersebut cukup miris.
|
YR mangkrak di Perning |
Coupler sudah tidak ada, pintunya juga sudah hilang dan sangat berkarat. Sesaat saya mengamati gerbong tersebut, saya beralih ke lokasi yang berjarak beberapa meter dari gerbong tersebut. Sebuah bangunan setengah utuh yang sempat saya sedikit merinding karena baru kali ini saya melihat bangunan halte KA di jalur mati. Itulah
Halte Perning.
|
Halte Perning |
Halte Perning masih ada bangunan stasiunnya, saat saya kesana bangunan Halte Perning seperti ada yang menempatinya sebagai rumah.
|
Halte Perning |
Kondisi fisik bangunannya sudah rusak dimana-mana, rangka gentingnya sudah lapuk, bahkan hampir roboh sehingga dipasangkan penyangga bambu besar agar tidak jatuh oleh warga. Dindingnya growak, nampak batu batanya. Untuk jalur relnya sendiri saya tidak menjumpai satupun bantalan kayu atau rel yang tersisa. Beberapa gentingnya juga sudah diturunkan dari rangka atapnya yang lapuk agar tidak jatuh dan dikumpulkan di sebelah barat dinding halte. Halte Perning sama layaknya dengan halte yang lain, hanya memiliki satu jalur dan tanpa persinyalan.
|
Peron Halte Perning |
|
Railbaan emplasemen Halte Perning |
Agak lama saya di Halte Perning, rehat sejenak dan lihat-lihat jalan keluar dari Halte Perning. Akhirnya saya pergi lewat jalan di belakang Halte Perning yang nampak jalan tersebut langsung mengakses jalan raya. Sebenarnya jalur rel dari Halte pernah menikung sejenak di dekat jalan raya, namun membelok kembali mengarah ke hutan. Sayang sekali saya tidak tau jalan untuk menyusuri eks jalan rel, hampir saya menjauh dari rute, padahal jarak antara jalan raya yang saya lalui itu menuju jalan raya Mojokerto-Krian itu tidak terlampau jauh, sekitar 2-3 km saja,
|
Plat aset Halte Perning |
menyusuri hutan-hutan. Saat itu saya merasa saya semakin jauh dari rute, akhirnya saya kembali dan saya masuk ke arah perkampungan. Saya tidak menyadari jalan kampung yang saya masuki itu adalah jalan menuju eks jalan rel dari Halte Perning. Dan saya terkejut saat saya berbelok ke kiri di eks railbaan, yang saya jumpai adalah bekas jembatan rangka kurung yang setelah jalur ini mati dipergunakan warga untuk menyeberang kali, itulah
Jembatan Obil.
Jembatan Obil itu terlihat masih sangat kokoh, meskipun banyak karat dimana-mana, namun masih ada rel yang melintang diatas jembatan. 2 batang panjang rel itu dibentangkan lebih lebar lagi dan menjadi frame untuk membuat jalan kendaraan, lalu jalan tersebut dibuat dari bahan cor beton.
|
Jembatan Obil sebelah Perning |
Jembatan tersebut juga sudah dimodifikasi dengan diberi pagar samping jembatan untuk warga yang menyeberang. Jembatan ini hanya mampu dilewati maksimum 2 sepeda motor berlawanan arah tanpa membawa keranjang besar. Saya saja berhenti dulu untuk memberi kesempatan sepeda motor yang lain, daripada saya terlalu menepi dan akhirnya terjun bebas, lebih baik saya mengalah, takut ketinggian sih.. Hehe...
|
Jembatan Obil |
|
Jembatan Obil sebelah Balong Bendo |
Di ujung jembatan ada pos ronda yang ditempati oleh warga yang meminta sumbangan sukarela bagi warga yang akan menyeberang ke arah Perning. Satu hal yang bikin penasaran, kontur tanah di kedua ujung jembatan Obil itu menurun, seolah railbaan nya menanjak. Apakah landasan cor untuk jalan di jembatan itu yang tinggi, atau kah memang relnya menanjak sedikit di jembatan itu?
Tak berlama-lama, kalau kelamaan entar dikira macam-macam sama orangnya yang jaga pos di sebelah jembatan Obil tadi, saya lanjutkan penelusuran terakhir. Dari jembatan Obil, saya menyusuri railbaan yang menjadi jalan kampung di pinggir hutan.
|
Eks jembatan terakhir |
|
Plang aset |
Jalannya makadam, tapi tak terlalu parah. Rute terakhir ini hanya sejauh beberapa ratus meter saja, railbaan habis di sebuah kali yang ada di pinggir jalan Mojokerto-Krian.
Huff.. Lega perasaan saya, penelusuran kedua saya telah selesai. Namun saya ingin kembali menelusuri jalur ini lagi di lain waktu, karna masih banyak halte-halte KA di jalur ini yang membuat saya penasaran.
Wuuih Asyiik. Komuter rilis peta jalur kereta se-Jatim yuuk, baik yang masih aktif atopun ud mati. Atau malah jalur baru ada juga?? Biar inget sejarah nih kita2. -Harum-
ReplyDeleteWah, saya bukan anggota komuter...
DeleteNice Post.. ayo gabung di https://www.facebook.com/groups/MRDUADUA/ untuk menyelam lebih dalam di daerah Mojokerto.. klo pengen tau stasiun Gempolkrep bisa kontak tim MR22 akan kami antar ke sana.. karena masuk ke perkampungan.. trims
ReplyDeleteOh ya, terima kasih.. Insya Allah kalo kesana lagi..
Deletestasiun gempol krep atau stasiun gedeg. karena letaknya persis dibelakang pasar gedeg. stasiunnya menghadap pasar gsdeg. dari stasiun kearah timur ada jembatan yg melintasi anak sungai brantas. dulu jembatannya msh ada skrng dah g ada, hanya tinggal pondasinya saja. ketimur lagi melintasi desa pagerruyung, kemantren, dan desa bagusan lalu stasiun lespadangan. dari pageruyng sampai stasiun lespadang railnya berdampingan dengan jalan Raya.Tks
DeleteKalo pasarnya berada di sebelah pihak sungai Brantas, berarti pintu masuk stasiun ada di selatan dan emplasemen (jajaran jalur) ada di utara bangunan yg sekarang menjadi TK itu ya?
DeleteKalau untuk halte Pageruyung, halte Kemantren dan halte Bagusan dimana ya kira? Saya mengerti lokasinya tidak jauh dari jembatan anak sungai Brantas, tapi letak pasnya saya tidak tahu...
Terimakasih pesan-pesannya..
Betul, mas edy.w.pintu masuk stasiunnya ada disebelah selatandan,dan emplasemen di sebelah utara.malah saya tidak tau klu di emplasemen stasiun sekarang ada gedung TK. dulu sekitar Th 70 an, msh ada sepur/lokomotip uap yang mondar mandir dari stasiun lespadangan membawa rangkaian gerbong pasir dan rangkaian penumpang 1 gerbong, gerbong penumpangnya msh jadul,setahu saya Desa Pageruyung, Kemantren dan Bagusan tidak mempunyai Halte.diartikel anda sepertinya sampai lupa di desa ngares anda kehilangan jajak, ada satu desa yg luput atau terlewatkan dari pantauan anda, yaitu desa gembongan.sebetulnya reilnya dari desa ngares ketimur melewati desa gembongan lalu melalui depan pabrik gula gempolkrep ketimur lagi stasiun gedeg. dulu didepan pabrik gula gempolkrep msh ada railnya.entah sekarang.Tks wass ( Sudarsono )
Deleteoo.. yaa.. nice.. di desa Ngares, seingat saya, ketika saya kunjungan perkiraan lokasinya ada di sebelah lapangan.. disana juga saya menemukan jejeran rel dekovil jadi jembatan paritnya warga.. setelah itu memang saya sempat mengunjungi desa Gembongan, satu foto yang saya postkan dg caption "Plang aset menjelang halte Gempolkerep" di atas (atau mungkin lebih tepat disebut stasiun, karena punya emplasemen dengan banyak jalur), mungkin di dekat situ ada halte Gembongan.. karena plang aset itu posisinya sudah lebih dekat ke jalan raya... karena saya sempat mblusuk jauh ke belakang PG, nyari jalur yang tadinya saya kiri jalur rel trem 1067mm yang masuk ke PG, mungkin itu jalur dekovil/lori tebu ya.. gara2 garis jejak jalur rel di wikimapia.org tergambar bercabang dan masuk ke PG lewat belakang, dan ada yang menandainya sebagai percabangan jalur ke PG... saya lupa kalau ada jalur lori tebu yang berdampingan dengan jalur trem...
DeleteKan... sudah saya katakan bahwa jalur railnya dari stasiun gempolkrep/gedeg kearah barat itu melewati depan PG Gempolkrep. antara PG Gempolkrep denqan desa Gembongan rail sdh tdk ada (terputus)desa gembongan terbagi 2 ada gembongan barat dan gembongan timur terpisahkan oleh jalan yang mengarah keutara menuju balaiDesa, perkebunan tebu serta persawahan. dibelakang Desa gembongan tdk ada jalur trem 1067mm. yang ada adalah rail lori tebu PG Gempolkrep.Penduduk desa gembongan menyebut desanya adalah desa gobah.menurut pengamatan saya desa gembongan tidak mempunyai Halte.betul juga ada anonim lain yang menganjurkan mewancarai penduduk / warga setempat agar lebih jelas.sampai saat ini saya belum menemukan data yang mengatakan lebih dahulu mana dibangunnya PG.Gempolkrep dengan jalur mati jombang ploso lespadangan. mungkin anda sebagai anggota RailfansIna, tentunya tau. saya tunggu jawabannya .TKS
DeleteTerima kasih.. Iya pun saya juga sudah menjelaskan, saya kesana dengan petunjuk dari wikimapia.org yang sudah saya rangkum. saya menyusuri sampai ke belakang PG itu juga saya memiliki keyakinan kalau jejak yang saya cari itu jejak rel lori PG setelah sebelumnya saya mengira itu rel trem yang bercabang di baratnya PG dan memutar ke utara/belakang PG hingga masuk ke emplasemen PG. Saya juga yakin kalau relnya membelok melintas di depan PG, karena setiap jalur mati jejaknya ditandai oleh papan penanda aset KAI yang berdiri tepat ditengah2 bekas jalur. Untuk soal wawancara, memang kondisinya saya hanya ingin menyusuri secara umum saja perkiraan letak halte2 eks jalur mati JombangKota-Ploso-Krian.
DeletePetunjuk yang saya gunakan yaitu wikimapia.org, meskipun ada petunjuk sahih berupa peta kuno yang disimpan di situs milik sebuah institusi Belanda, tapi saya tidak memakainya karna saya kebingungan mencarinya.. Di wikimapia.org itu sudah ada yang menandai, entah itu sepertinya juga seorang railfans senior, kalau di titik lokasi yang dilintasi garis eks jalur kereta api itu terdapat halte/pemberhentian/stasiun. ditandai dengan garis kotak dan nama desanya yang saya anggap juga sebagai nama perhentiannya.
untuk lebih dahulu mana dibangunnya jalur trem atau PG gempolkerep, menurut saya lebih dahulu PG, atau bisa jadi dibangun bersamaan. saya juga belum mendapatkan data yang jelas mengenai kapan dibangunnya PG, kalau jalur Jombang-Babat itu sudah dibuka sejak 1 Desember 1916, kemungkinan pembangunan jalur trem Ploso-Lespadangan-Krian tidak jauh tahunnya
yakin itu HALTE PERNING . . . ????
ReplyDeletesangat yakin, karena saya sudah membaca 5 sumber dan saya tidak meragukannya. emangnya ada yang keliru?
Deletesangat menarik , untuk dibahas, setelah perning arah rel tersebut ke mana ? karena saya pernah lewat perning, kurang lebih 20 tahun yang lalu ada areal seperti perkebunan , entah perkebunan gula atau karet , karena terlihat bangunan belanda ditengah ladang
ReplyDeleteke timur mengarah stasiun Krian, ke barat mengarah ke stasiun Ploso via Gempolkerep dan tembus hingga Stasiun Jombang. sepertinya perkebunan karet dan tebu..
DeleteLuar biasa liputan yang menarik
ReplyDeleteWawancara penghuni atau penduduk donk mas, biar makin menarik.. seru kan dengar cerita masa lalu. Yang baca juga makin seru.
ReplyDeleteGan anonim.. Wah saya tidak tersempatkan waktu buat wawancara... kebanyakan memang terkonsentrasi di fisik jalur
Deletemas mau tanya,sejak kapan yah kec.ploso jadi kota ploso? dan tambahan perempatan traffict light dari pg jombang baru(utara=ploso/babat,timur=terminal jombang/sby,barat=denanyar/arah balik ke kertosono)
ReplyDeleteOke gan.. terima kasih koreksi nya! :) Saya sangat senang kalo ada yang dapat melihat bagian dari karya saya yang perlu dikoreksi..
DeleteOh iya, maksudnya itu "kota" yang dimaksud adalah daerah pusat dari suatu daerah administrasi.. biasanya saya menyebut pusat keramaian suatu daerah yang biasanya terdapat kantor-kantor pemerintahan, pos transportasi, dan banyak sentra ekonomi, saya sebut "kota", jadi kota yang dimaksud bukan status daerah secara administratif. :)
Bagus sekali liputannya, ada 1 halte yg ketinggalan kayaknya, di daerah pondok tambak beras Jombang. Saya pernah baca katanya dulu banyak santri dan santriwati menggunakan jasa KA. Kalo ga slah dari perning nanti belok ke arah selatan ya mas sampe di jalan raya Bypass di daerah balong bendo kalo ga salah ada mantan perlintasan.
ReplyDeleteTerimakasih banyak gan Henry Harta Aristian... Pondok Tambak Beras berarti ada di lintas Ploso-Jombang Kota (arah kota) ya? Wah berarti saya luput dari sana.. kemungkinan besar bekasnya juga sudah lenyap mengingat relnya sekarang saja sudah kemakan badan jalan raya dan kali kecil di sebelahnya..
DeleteDari halte Perning terus ke timur, melewati jembatan kurung, hingga keluar menyeberangi jalan bypass Mojokerto, lokasinya tepat di depan kios mebel/kayu balokan, ada tanda asetnya..
Tertarik sekali dg blusukannya.. Krn sya sendiri jg penasaran dg jalur mati KA percabangan jombang-babat atopun jombang-pare/kediri. Saya asli jombang.ploso.. Saya pun ingin menyusuri jejak sejarah itu dan merekam kejadian masa lalu ttg KA di daerah ploso jombang-babat. Apa keistimewaan dari ploso di jaman dulu dn kenapa jalur KA disini bisa mati. Kalau main2 ke jombang ploso utk blusukan. Seputar rail KA bisa rekom utk menemani hehehe. Krn diploso ada percabangan railban ke arah babat yg masih ada jejaknya di daerah bawangan ploso. Maksih
ReplyDeletewihh.. salut saya ada yang sama optimisnya seperti saya.. hehe..
Deletebetul mbak Nani, jalur Jombang-Ploso-Lespadangan-Krian ini masih bagian dengan Jombang-Ploso-Babat, dulu kemugkin dioperasikan oleh perusahaan OJS (Oost Javaniches Stoomtraam). Keistimewaannya, menurut saya, yaitu jalur ini merupakan jalur KA kelas trem terpanjang di Jawa Timur, karena jalur ini membentang dari Jombang Kota (pasar tradisional Jombang), Ploso, Krian sampai dengan Karang Pilang (Sepanjang) dan tembus ke Wonokromo Kota (terminal Joyoboyo). tapi sangat disayangkan, jalur ini menurut saya tak bisa bertahan karena okupansi yang terus mengecil, melihat lingkungan penduduk sepanjang rute jalur ini juga tidak terlalu ramai, bahkan jalur trem Kediri-Pare-Jombang lebih baik dari jalur ini, karena bisa bertahan lebih lama hingga mendekati tahun 90an.
Mbak Nani boleh deh kontak saya via email, nanti bisa berbagi kontak japri..hehe.. saya jalur Ploso-Babat belum ada kesempatan menelusuri kesana.
Ayo gan jadwalkan kita telusuri sama-2 tak ttgu balasannya..... Email : bambangsetyawan.990@gmail.com
DeleteAyo gan jadwalkan kita telusuri sama-2 tak ttgu balasannya..... Email : bambangsetyawan.990@gmail.com
Deletesiipp mas.. insya Allah :D
DeleteBarusan saya sama railfans senior jalur ka non aktif dri Jakarta telusuri Panarukan-Kalisat dan Lumajang-klakah 12-13/11/2016
Delete
ReplyDeletewah ...Mas Edy kehilangan jejak apa kira-kira relnya ada di depan pabrik Ajinomoto ya..?sekitar thn 1982 relnya masih ada memotong jln raya Mojokerto-Surabaya disekitar pabrik kertas Ciwi,berarti rel ada di sebelah kanan jalan,saya perkirakan itu sampai stasiun Krian,selamat menyusuri rel baja penuh momori dan misteri,salam dari pecinta KA.
di sekitar pabrik ajinomoto itu areanya cukup datar, saya jadi kurang bisa menemukan jejaknya, tapi ketemu lagi setelah melewati tol arah ke Perning. tapi kalo boleh saya tau kok jalurnya memotong jalan raya surabaya-mojokerto (kalo dekat ke pabrik tjiwi kimia berarti memotong jalan sby-mojokerto by pass)?? menuju ke sebuah pabrik kah? karena saya blum pernah baca riwayatnya jalur KA diluar area deka pabrik ajinomoto itu..
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteDulu pernah blusukan ke jalur ini, klo g salah di daerah ngares baratnya gempolkerep
ReplyDeleteyang bikin penasaran dengan model pondasi jembatannya, jalur krian-ploso model pondasi jembatanya seperti jalur t.agung-tugu(t.galek), apakah dibangun pada tahun yg sama dg arsitektur yg sama pula. Soalnya model pondasi berbeda dg jalur SS.tram madiun-slahung, Jalur KSM dan MSM dimana ketiganya hampir mirip .(*Jika ada kesalahan mohon dikoreksi, pengetahuan saya terbatas)
kalo menurut saya, hampir seluruh bangunan jembatan KA, khususnya bagian pondasi, punya desain yang sama membentuk Y, apalagi jalur Ploso-Krian juga tak sekelas jalur utama sekarang, dimana dugaan saya kuat sebagai jalur trem yang tidak dibangun untuk lalu lintas KA dengan lokomotif dimensi besar...
DeleteDisebelah jembatan jl. raya dekat halte karangpilang masih ada bekas pondasi jembatan trem persis seperti yang ada di ploso, haltekarang pilang masih ada hanya buat pertokoan
Deletekalo jalur Karangpilang termasuk haltenya saya sudah paham sebelum tertarik menelusuri jalur Ploso-Krian ini.. hehe
DeleteMungkin jalur itu lanjut ke Ciro menuju stasiun Krian, karena sepanjang jalan ada petunjuk ases KAI
ReplyDeletehttps://drive.google.com/file/d/0B-p-xHljyCJ-LWx5N0NsN0xLejg/view?usp=sharing
yupp betul pak.. memang di sepanjang jalan itu adalah lahan eks jalur KA Perning-Krian. pada jalan raya balongbendo, dari barat dimulai dari daerah dekatnya mebel/toko kayu, ada plang asetnya. dekat situ ada pondasi eks jembatan kali. dari sana ke timur menyeberang jalan dan menyusui tepi kali kecil pemisah jalan raya dan jalan kampung.. nah jalan kampung itu adalah eks railbaan KA
DeleteSaya asli dari desa rejoagung ploso, Depo loko ploso dulu memang ada, sekarang menjadi lapangan volley, dulu ada kolam bundar, yg tengahnya ada rel yg bisa diputar.. sekarang sudah tidak ada..
ReplyDeletewow... menarik sekali itu pak, lain kali ingin nlusuri lebih dalam.. :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekenapa nggak divideokan gan.. agar lebih hidup
Deleteseneng bikin video sih, tapi kurang telaten editnya... makanya gak bikin.. apalagi minimnya perlengkapan dan waktu
DeleteAyo gan jadwalkan telusuri jlr ploso-babat email : Bambang Setyawan.990@gmail.com
ReplyDeleteayo gan.. kita telusuri jalur mati, Ploso-Babat.. atur jadwal siap berangkat..
ReplyDeleteinsya Allah... atur waktu yang baik ya.. :D
Deletesaya org jombang kok malah gk tau kalo ada stasuin kota disebelah pasar jombang, kalo pas lewat situ taunya ada bekas jalur rel KA dr ringin contong, gk nyadar kalo ada bangunan stasiunnya (tertutup orang jualan).
ReplyDeleteitu stasiun jombang selain jalur ke ploso - babat, ada jg jalur stasiun jombang ke pare kediri.
yup betul... tapi saya belum ada kesempatan tracking Kediri-Pare-Jombang
DeleteOne sieeep....
ReplyDeleteminggu besok isya Allah akan coba mencari/menyusuri jalur mati krian,gempolkrep,ploso lanjut babat.. gan
ReplyDelete. mumpung ada libur.. he ayoo gan..
wah maaf gan saya gak bisa nemenin..
Delete.kemarin dari ploso terus sampai kec kudu.. saya melihat bangunan polsek kudu kok mirip dengan stasiun gan.. tepat di pinggir jLn raya.. tp sayangnya g saya foto.. takut.. hehe
ReplyDeleteklo bekas halte gempol kerep di peruntukan untuk sekolah TK gan dan masih terawat ada plang aset KAI nempel di dindingnyA..
saya pernah kesana juga, memang dipakai TK, mungkin lebih tepatnya dulu stasiun, karna kalau diamati bekas area emplasemennya luas.
Deletekalo yang polsek Kudu bukan eks halte, karena polsek dekat dengan Tapen, yg ada eks halte Tapen.. dari pasar Tapen, ke utara 200an meter.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteom sigit komen tentang stasiun gedeg ya?
Deletestasiun gedeg mungkin lebih tepatnya stasiun Gempolkerep om, itu sekarang jadi TK di belakang pasar gedeg
DeleteSangat menarik, salam dari Gedeg Mojokerto
ReplyDeleteSalam dari Bojonegoro...
ReplyDeleteSangat menarik menelusuri jejak sejarah seperti ini. Btw Katanya juga ada jalur kereta dari TPK di selatan stasiun Bojonegoro sampai ke Ploso, bener atau nggak ya ?
Kalo dari TPK ke barat memang ada bekas rel kereta dan sekarang menjadi Gg. Relloco di Sukorejo Bojonegoro. Tapi kalo ke arah Jombang entah mungkin dulu memang ada jalur Bojonegoro-Jombang.
sebenarnya bukan ke bojonegoro, tapi ke Babat, Lamongan
DeleteWah mas edi kalau ke Mojokerto, ajak ajak lah pas nyari peninggalan KA gini. :D, kebetulan rumah saya juga di Mojokerto.
ReplyDeleteTerima kasih.
ReplyDeleteYang di deket jalan raya balongbendo belum?
yang dekat jalan raya balongbendo pernah ada. tapi kalau menyusuri saya ragu. karna bekasnya saya tidak tau pasti, apakah tertimbun untuk jalan, atau ada di selatannya sungai kecil di sebelah selatan jalan raya balongbendo
DeleteSaya lahir dan besar diGedeg Mojokerto, sekedar info,.disebelah barat pasar Gempolkerep, ada jalan yang namanya jalan Setasiun, ada pula rumah-rumah lama arsitekturnya persis bangunan setasiun, kalau rel lori milik PG ada, tapi didalam kampung, mendekati persawahan,dipinggir jalan Raya Gedeg-Ploso tepatnya diPasar Gempolkerep masih ada sisa besi rel, sedang rumah-rumah yang letaknya dekat dengan jalan menempati lahan milik KAI,hingga stasiun Lespadangan, area pinggir jalan
DeleteMantan sekarang 2023.... Monggo di lanjut eksplorasinya
Delete