Contoh kereta/gerbong aling-aling (sumber) |
Seperti yang kita ketahui, gerbong aling-aling merupakan sarana kereta penumpang yang sengaja dikosongkan untuk dihilangkan sebagian fungsinya sebagai pengangkut penumpang orang untuk dijadikan suatu "pelindung" untuk penumpang di kereta terdepan/paling belakang apabila terjadi kecelakaan kereta api berupa tumburan dari depan atau dari belakang, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir/dicegah. Sebuah kebijakan yang sebagian besar pengguna KA/pemerhati KA menganggapnya aneh ini muncul setelah terjadinya 2 kecelakaan KA yang terjadi di Stasiun Petarukan disusul kejadian di Stasiun Langen (baca: Tragedi Petarukan dan Tragedi Langen). Namun kini setelah 5-6 tahun berlalu, tersiar kabar bahwa kebijakan gerbong aling-aling ini dihapuskan, baik aling-aling depan maupun belakang.
Kereta K3 Ekonomi yang sengaja dibongkar bangkunya. (sumber) |
Seperti yang hangat diperbincangkan di group facebook Indonesian Railfans, kebijakan kereta aling-aling ini kabarnya resmi dihapuskan per tanggal 12 Agustus 2016. Banyak yang menyambut gembira kabar tersebut dengan beragam pendapat , ada yang mengungkapkan dari penggemar yang suka memburu foto kereta di lintas, kini penampilan kereta di lintas menjadi lebih bagus, ada yang mengemukakan pendapat kalau menyewa kereta wisata Nusantara kini bisa menikmati pemandangan selama perjalanan melalui balkon khususnya dengan lebih leluasa dan tidak lagi melihat pintu tengah. Rugi juga kan, menyewa kereta wisata dengan fasilitas balkon pandang dan tarif yang tidak murah, ternyata balkonnya tertutup oleh kereta aling-aling? Saya juga sependapat menyambut gembira penghapusan kereta aling-aling ini, karena saya paling suka naik kereta api di kereta paling belakang karena saya suka melihat liukan KA melalui tikungan jalan dan di kereta paling depan karena saya suka sekali mendengarkan deru mesin GE 7FDL8 ketika digeber selama perjalanan.
Kawis Nusantara dengan balkon pandang khusus yang percuma bila tertutup aling-aling (sumber) |
Kebijakan aling-aling ini muncul pasca tragedi di Stasiun Petarukan yang melibatkan KA Argo Bromo Anggrek dan KA Senja Utama Semarang yang mengakibatkan 30 orang penumpang KA Senja Utama Semarang meninggal dunia di tempat. Peristiwa yang terjadi akibat human error ini menyebabkan KA Argo Bromo Anggrek yang seharusnya berhenti di sinyal masuk stasiun KA Senja Utama yang antri menunggu pelayanan di jalur 3 stasiun. Sehingga KA Argo Bromo Anggrek nyelonong masuk dan menghantam kereta paling belakang KA Senja Utama Semarang. Karena pada saat itu, jalur double track (DT) Jakarta-Surabaya masih belum jadi dan berakhir di stasiun Petarukan. Kemudian terjadi insiden yang serupa di Stasiun Langen yang melibatkan KA Mutiara Selatan adu kambing dengan KA Kutojaya Selatan yang juga mengakibatkan korban jiwa penumpang KA. Peristiwa yang hampir sama kronologinya dengan tragedi Petarukan tadi mengakibatkan lokomotif KA Kutojaya Selatan mblesek kabin masinisnya. Sejak kejadian itu, PT KAI membuat kebijakan semua KA harus ada diberi 1 kereta kosong di depan dan 1 di belakang.
Kereta K2 yang terguling saat dilakukan evakuasi di stasiun Petarukan (sumber | Lokomotif KA Kutojaya Selatan yang menembus kereta di belakangnya (sumber) |
Kebijakan yang maksudnya baik bagi BUMN operator kereta api di Indonesia ini pada awal mulanya sangat ditentang oleh banyak orang, tidak hanya dari konsumen jasa kereta api yang sangat mengeluhkan ada kereta kosong dengan tempat duduk lengkap namun dilarang memasukinya padahal kondisi kereta sudah sumpek dengan banyaknya penumpang berdiri hingga di bordes, bahkan ada juga kereta ekonomi (K3) yang sampai dibongkar abis bangkunya dan dibiarkan kotor supaya penumpang tidak lagi berontak untuk masuk ke kereta aling-aling. Namun ada juga yang kurang setuju dari pihak pegawai kereta api itu sendiri, khususnya masinis kereta api yang mengeluhkan adanya lag yang bersumber dari sambungan antara kereta aling-aling dan loko/kereta dibelakang aling-aling tersebut pada saat kereta berjalan. Gangguan yang pernah diungkapkan, seperti yang dikutip dari Suara Merdeka, yaitu lepasnya sambungan (coupler) akibat dari perbedaan ketinggian sambungan saat kereta melaju. Menurut saya sendiri, hal tersebut dapat terjadi pada saat KA melintasi permukaan rel yang sedikit cembung/cekung sehingga kereta memantul terlalu tinggi karena beban yang sangat ringan daripada kereta lain yang memiliki muatan penumpang, sehingga dapat mengurangi keamanan perjalanan KA tersebut. Selain gangguan teknis, penerapan kereta aling-aling tersebut juga menghilangkan pemasukan untuk 1-2 kereta potensial yang sengaja dikosongkan tersebut, padahal biaya operasionalnya tetap ada.
Anda adalah prioritas kami, slogan pelayanan kereta api (sumber) |
Sebenarnya penerapan kereta/gerbong aling-aling ini tidak perlu dilakukan, menekankan alasan untuk melindungi penumpang apabila terjadi kecelakaan berupa tumburan antar KA malah dapat memunculkan rasa was-was untuk penumpang, karena alasan tersebut terkesan menakut-nakuti penumpang akan terjadi potensi tabrakan kereta api lagi dalam waktu dekat, meskipun penumpang KA tetap setia menggunakan jasa KA untuk bepergian. Pencegahan terjadinya kecelakaan serupa yang lebih efektif menurut saya yaitu perbaikan/peningkatan kualitas sistem prasarana operasional KA terutama persinyalan, meningkatkan kedisiplinan kerja dan mengoptimalkan sarana komunikasi antar kru kereta api. Dengan begitu tidak perlu adanya gerbong aling-aling dan misi Zero Accident dapat terwujud sehingga penumpang dapat meningkatkan pelayanan kereta penumpang yang lebih tertib, aman dan nyaman, seperti slogan pelayanan kereta api: "Anda adalah prioritas kami".
visit my website gan
ReplyDeletehttp://balisambangantrekking.com/