Alhamdulillah, angan-angan
treking jalur mati sudah tercapai. Apalagi jalur mati itu ada di daerah sendiri, tak jauh lah dari rumah. Berbekal nekat dari niat yang udah bulat, berangkatlah saya treking jalur Tulungagung-Trenggalek-Tugu.
|
Awal Mula Percabangan ke Trenggalek |
Sebelumnya mau ajak teman, tapi akhirnya berangkat juga sendirian dengan pertimbangan bila mengajak banyak temen nanti diperjalanan disangka ada apa-apa oleh warga sekitar. Untunglah tak turun hujan, meski mendung membayang-bayang.
Hari itu Senin, 23 Juli 2012, memang dari pagi saya masih tertidur dengan sejahteranya seolah tak ada yang mampu membuatku terjaga.
|
Jembatan Besi Satu-satunya di
Jalur Mati Tulungagung-Trenggalek |
Maklum lah, hari-hari puasa Ramadhan menjadikan tidur lebih nyenyak dari hari biasanya. Menjelang tengah hari saya terbangun, lekas aku mandi (maklum beberapa minggu belakangan hawa disini sampai ke tempat yang biasanya panas pun mendadak dingin) lalu solat dhuhur. Entah dari mana ada sebuah energi yang menggerakkan tekad,
packingperlengkapan dan berangkat trekking.
Trekking diawali dari emplasemen
Stasiun Tulungagung, kangen sama stasiun Tulungagung, sempatkan sebentar mampir kesana sambil hunting Dhoho. Sayang banget gak bisa masuk lebih jauh ke peron, lingkungannya sudah demikian ketat untuk meminimalisir sepeda motor masuk emplasemen, jadi, ya, hanya bisa sampai di depan kantor distrik jalan rel. Dari stasiun, masuk gang di sebelah
PJL 248, antara pagar dan warung soto.
|
Jalan Perkampungan Selatan Stasiun |
|
Perempatan Nirwana Plasa |
Gang itulah di masa hampir seabad yang lalu merupakan railbaan jalur mati Tulungagung-Trenggalek. Lurus ke selatan sepanjang hampir 1km railbaan ini menjadi jalan kampung, dan sebagian besar sudah lama diaspal. Gang tersebut tembus hingga jalan raya di depan
pertokoan Nirwana Plasa. Tidak jauh dari pos PJL 248 tadi, 100m ke selatan terdapat bekas jembatan KA yang terbuat dari besi. Jembatan tersebut merupakan satu-satunya rangka jembatan besi yang ada di jalur mati ini. Bila kita naik KA dari atau ke Blitar, bila melihat ke barat pada saat menikung akan masuk stasiun Tulungagung, pasti akan terlihat jembatan besi berwarna merah keoranyean yang melintang diatas sungai kecil.
|
Jalan Bekas Railbaan di Belakang Plasa Nirwana |
|
Rel yang Nampak di Pertigaan
Belakang Nirwana Plasa |
Jembatan yang menjadi saksi bisu bagi sebagian orang di Kota Tulungagung yang mengerti bahwa
dulu sebelum Indonesia merdeka terdapat jalur KA menuju Trenggalek, hingga kini masih berfungsi sebagai jembatan penyeberangan warga. Akan tetapi, mungkin hanya inilah satu-satunya aset PT KAI yang berada di jalur mati Tulungagung-Trenggalek, sedangkan yang seterusnya hingga akhir rute, bukan lagi milik PT KAI.
|
Pertigaan Belakang Nirwana Plasa |
Itu karena jalur ini sudah mati atau nonaktif semenjak Indonesia belum merdeka, atau kala itu jalur KA wilayah Tulungagung hingga Trenggalek masih milik Staats Spoorweagen (SS), sehingga seluruh aset perusahaan
KA maupun TREM milik pemerintah Belanda maupun swasta Belanda yang diakuisisi setelah Indonesia merdeka hanya jalur KA/trem yang kala itu masih aktif dan beroperasi.
Back to topic.
Menyusuri railbaan awal rute, dari stasiun ke selatan saya melewati jalan perkampungan warga. Jalan tersebut sudah beraspal dan 'bermuara' di perempatan timur pertokoan Nirwana Plasa.Di perempatan tersebut, saya menyeberang ke selatan, masuk lagi di gang yang agak membelok (nampak pada foto). Sebenarnya di awal gang yang berada di selatan jalan raya itu, terdapat sepotong rel yang terpendam cor-coran di tepi jalan, juga terdapat sebatang rel yang berdiri di dekatnya. Namun saya lupa mengambil gambarnya.
Lanjutkan perjalanan, saya masuk ke selatan gang, kira-kira sejauh 150m hingga mentog di pertigaan (sebenarnya itu sebuah perempatan, namun jalan yang ke selatan merupakan jalan kecil, yang saya tidak tahu ada tembusnya atau tidak, jadi saya anggap pertigaan saja).
|
Tikungan dekat Pasar Burung Beji |
|
Jalan di Depan SMAN 1 Boyolangu.
Bekas Railbaan
Berada di Kiri Jalan |
Di pertigaan tersebut saya pernah menemukan 2-4 batang rel yang terpendam aspal, saya menduga rel tersebut
bekas simpang wesel. Sayangnya pada saat penelusuran saya kali ini, rel yang nampak hanya 1 batang saja. Simpang yang sebelah kiri merupakan jalur utama ke Boyolangu hingga Trenggalek, sedangkan yang sebelah kanan saya tidak tahu mengarah kemana. Tapi sebuah informasi di dunia maya, yang saya lupa sumbernya, dulu plasa Nirwana merupakan kompleks pabrik minyak. Entah benar atau tidak, hanya sejarah yang mengetahuinya.
Dulu saya juga pernah menemukan sebatang bantalan besi yang dijadikan tempat duduk di dekat pos ronda yang ada dipertigaan itu, tapi saat penelusuran ini, saya tidak mendapatinya lagi. Di pertigaan tersebut, saya belok kanan ke arah barat menuju pertigaan jalan raya dari
perempatan tamanan ke selatan menuju Boyolangu, Campurdarat, dan daerah-daerah lainnya. Saya belok kiri ke arah selatan. Beberapa ratus meter, jalan sedikit menikung ke barat. Tikungan yang berada dekat dengan
Pasar Burung Bejiitu, menurut garis rel yang ada di
www.wikimapia.org merupakan awal sambungan jalur tadi yang berdampingan dengan jalan raya Boyolangu.
Mulai dari sini, dulu jalan rel berdampingan dengan jalan raya hingga masuk kompleks
eks-emplasemen Stasiun Campurdarat.
|
Pondasi Jembatan setelah
Perbatasan Kota Tulungagung |
Sepanjang perjalanan hingga pasar Boyolangu, saya sempat menemukan beberapa pondisi jembatan ukuran sedang dan kecil. Pondasi-pondasi kecil yang terlihat mirip sebuah batu atau tugu, tidak ada bekas tanah railbaan yang lain, yang masih bisa ditemukan. Bahkan hingga akhir penelusuran saya hampir tidak menemukan tanah bekas railbaan yang utuh, yang banyak ditemukan hanya beberapa bekas pondasi jembatan kecil saja, dan satu lokasi pondasi jembatan besar yang berada di pinggiran kabupaten Trenggalek.
|
Benar atau Tidak Bekas Reruntuhan
Jembatan Itu Dulu Bekas
Pondasi Jembatan KA |
Kuat dugaan dulu railbaan jalur mati di petak
Tulungagung-Boyolangu berbentuk setengah bukit, jadi posisinya lebih tinggi dari jalan umum. Namun, sekarang gundukan tanah bekas railbaan sudah tidak ada lagi, mungkin digali oleh penduduk dan dijadikan pondasi rumah. Yang tersisa hanya sebuah bangunan pondasi jembatannya saja. Untung pondasi-pondasi yang ada luput dari peradaban yang semakin maju, sehingga bukti sejarah masih bisa disaksikan. Beberapa pondasi jembatan ada yang nampak jelas terlihat dari jalan, ada yang mungkin tersembunyi dibalik rerumputan, dan ada satu yang tersembunyi dibalik bangunan pos ronda di pertigaan jalan.
|
Pondasi Jembatan yang
Tersembunyi di balik Pos Ronda |
Satu ini yang nyaris tidak terlihat bahwa
dibalik pos ronda yang ada
disebelah rumah orang, terdapat sebuah pondasi jembatan yang lumayan besar ukurannya. Selama perjalanan, untuk menemukan bekas pondasi jembatan, saya banyak mengemudi dengan perlahan, melihat pinggir jalan, persimpangan, dan kali-kali kecil. Barangkali menemukan bekas-bekas jalur KA.
|
Bekas Pondasi Jembatan di
Tengah Sawah Kecil
Sebelum Dam Boyolangu |
|
Pondasi Jembatan di Sungai Irigasi |
Perjalanan saya terhenti sejenak di Pasar Boyolangu. Saya teringat, dulu teman saya pernah mengatakan bahwa di sekitar sini dulu pernah terdapat bekas stasiun atau halte Boyolangu, katanya sih
Polsek Boyolangu yang letaknya tak jauh di selatan pasar Boyolangu itu dulunya merupakan bekas stasiun. Tapi setelah saya amati, saya kurang yakin karena tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan dulunya disana ada stasiun Boyolangu. Karena saya kurang yakin, saya tidak mengambil gambar kantor polisinya, takut kalau ketahuan dikira mata-mata..hehe..
|
Pasar Boyolangu |
Berlanjut ke
Campurdarat, karena hari sudah mendekati sore jadi perjalanan agak dipercepat. Selamat perjalanan dari Boyolangu ke Campurdarat tidak banyak lagi ditemukan bekas-bekas railbaan. Memasuki daerah kota Campurdarat, fokus saya mencari
Puskesmas Campurdarat, karena menurut peta di sebelah puskesmas ada pertigaan ke selatan. Setelah ketemu, langsung saya masuk ke pertigaan itu, saya masuk ke pertigaan tersebut. Berharap menemukan tanda-tanda keberadaan bekas jalur KA, saya malah tidak menemukannya.
|
Jalan Kampung di Kompleks
Eks Stasiun Campurdarat |
|
Menara Air di kompleks Eks Stasiun Campurdarat |
Saya kembali lagi ke jalan raya Campurdarat dan mengarah ke barat. Belum jauh, saya menemukan pertigaan lagi, saya pun belok kesana dan ada pertigaan lagi belok ke barat. Dilihat dari jauh, sepanjang jalan di gang tersebut melengkung khas lengkungan jalan rel. Belum jauh saya berlalu di gang tersebut, saya menemukan sesuatu yang membuat bulu kuduk merinding. Sebuah
menara air kecil berdiri di samping pagar bambu rumah orang. Menara tersebut merupakan bekas menara air
eks Stasiun Campurdarat. Saya dibuat takjub, menara air yang berusia lebih dari seabad yang lalu masih berdiri kokoh, nyaris roboh karena dibelakangnya ada pohon mangga yang batangnya terlihat hampir mengenai tandonnya.
Tak berlama-lama disana, saya melanjutkan perjalanan ke Pasar Bandung (bukan Bandung Jawa Barat loh..). Menurut wikimapia.org, bekas railbaan menyimpang ke utara sebelum memasuki pasar Bandung, persimpangannya kira-kira
200m barat SDN 1 Sambitan.
|
Dari Bandung, belok kiri di
Jalan Raya Tulungagung Trenggalek |
|
Bekas Jembatan Lori Tebu |
Tapi disana sudah tak mudah ditemui lagi bekas-bekasnya, karena sudah banyak rumah warga. Sebenarnya ada bisa ditemui bekas railbaan yang kini jadi jalan kampung, letaknya di utara pasar Bandung (belakangnya). Namun saya kehilangan arah pertigaan yang mestinya saya telusuri kesana, daripada saya tersesat sendirian akhirnya saya lanjutkan perjalanan. Sesampai di pasar Bandung, saya belok kanan ke utara di
perempatan baratnya pasar Bandung. Dari perempatan tersebut, 200m ke utara bekas railbaan menyimpang ke barat (begitulah yang saya amati di wikimapia.org), namun saya hanya menemukan rumah orang di tempat yang diduga menjadi bekas railbaan, sayangnya saya tidak mengambil gambar rumah tersebut. Di sepanjang perjalanan dari Pasar Bandung ke Durenan, sebenarnya ada tempat yang ingin saya telusuri, apakah ada tanda-tanda bekas jalur mati atau bekas halte, tempatnya di
SDN 2 Ngadisuko. Letaknya yang agak jauh dari jalan raya Bandung-Durenan membuat saya mengurungkan niat kesana. Saya lanjutkan perjalanan ke Durenan. Sampai di pertigaan Pasar Durenan, saya belok kanan ke barat, tujuan Trenggalek. Belum jauh dari pertigaan jalan, saya menemukan
bekas jembatan lori tebu, kemungkinan besar jembatan tersebut milik PG Modjopanggung. Menghemat waktu karena hari sudah sore, sekitar jam 3an, saya melanjutkan perjalanan. Sampai di daerah Kedunglurah, ada sebuah tanah lapang di pinggir jalan raya. Lapangan tersebut tanahnya bertingkat di sisi pinggir jalan. Saya menduga itu dulu bekas railbaan-nya. Sayang, saya tidak memotretnya.
|
Bekas Pondasi Jembatan Besar di barat
Pasar Bendo, Trenggalek |
Berlanjut ke Trenggalek, saya berkendara setengah cepat, setengah pelan, sedang-sedang saja. Masuk daerah
Pasar Bendo, saya mulai memperlambat laju motor. Karena menurut wikimapia.org, tak jauh dari pasar, ke arah barat ada jembatan jalan raya berbentuk jembatan kurung, namun tepat di sebelah selatannya, ada keterangan tentang bekas jembatan kereta api. Dan ternyata benar, disana terdapat
1 set pilar besar bekas jembatan KA tanpa kerangka atas jembatan. Kembali saya merasa sedikit merinding melihat sebuah bukti bersejarah bahwasanya dulu terdapat jalur KA dari Tulungagung ke Trenggalek.
|
Panorama Pegunungan Trenggalek Utara
dan Sebuah Pondasi Besar eks Jembatan KA |
|
Pondasi Jembatan di tengah Sawah yang Berada
di Tengah Kota Trenggalek |
Perjalanan agak saya percepat kembali, melihat langit agak mendung cukup membuat saya agak khawatir, hanya malas saja kalau harus berhujan-hujanan. Akhirnya saya tiba di kota Trenggalek, sebelum masuk kota, posisi railbaan sudah berada di utara jalan raya. Dari peta wikimapia.org, saya belok ke kanan arah ke timur di pertigaan besar pertama. Ternyata pertigaan tersebut jurusan ke terminal Trenggalek. Melaju terus ke timur, sebelum jalan mentog belok kiri, saya berhenti di areal dekat sawah setelah mata saya tertuju ke 2 buah batu besar kembar di tengah sawah utara jalan. Batu itu lah pondasi jembatan KA di kota Trenggalek. Namun saya tidak melanjutkan perjalanan penelusuran di tengah kota Trenggalek, saya langsung menuju ke Kecamatan Tugu, yang berada di jalan raya Trenggalek-Ponorogo. Sebenarnya tidak jauh dari batas kota Trenggalek, ada
markas kodim Trenggalek.
|
SMPN 1 TUGU
Dulu eks Stasiun Tugu |
Letaknya di selatan jalan raya. Tepat di timur kodim tersebut, disitulah bekas railbaan menyimpang dari selatan ke utara jalan, serong ke barat laut. Terus ke barat, lumayan jauh jaraknya dari kota Trenggalek. Saya sempat berhenti untuk membuka google maps, untuk memeriksa saya sampai di daerah mana. Khawatir saya salah jalan, karena sebelumnya saya tidak pernah lewat daerah sana sendirian.
|
Penampakan Belakang SMPN 1 Tugu, Trenggalek |
Setelah dipastikan benar jalannya, saya lanjutkan ke barat. Saya kira saya salah jalan, ternyata memang jalannya menikung besar ke utara. Tak berapa lama, saya hampir kelewatan ketika saya melewati sebuah sekolah yang bernama
SMPN 1 Tugu. Di wikimapia.org, tepat di sekolah tersebut dulunya merupakan bekas emplasemen
Stasiun Tugu (bukan Tugu Jogja). Saya berhenti sebentar, lalu saya menuju sebuah jalan kecil di utara sekolah tersebut. Dari jauh saya mengamati, memang sudah tidak ada tanda-tanda bekas bangunan di areal eks stasiun Tugu.
|
SMPN 1 Tugu, dulu Eks Stasiun Tugu,
Ujung Lintas Cabang TA-Trenggalek |
Saya rasa sudah cukup penelusuran saya, dalam benak mungkin lain waktu saya akan kembali kesini, untuk melihat lebih jauh areal eks stasiun Tugu. Saya masih penasaran hingga sekarang, karena saya masih belum mendapatkan jawaban lebih banyak atas rasa penasaran saya tentang jalur mati lintas Tulungagung-Trenggalek. Setelah istirahat sejenak, saya lanjutkan perjalanan blusukan saya di bulan puasa ini.
Terima kasih.
Ada pertanyaan, silahkan tinggalkan komentar di bawah ulasan saya ini.
Baca juga update-nya di
Jalur Mati: Tracking Tulungagung-Trenggalek Part 2
That Was Awesome Tracking..
ReplyDeleteThank you very much!
Deletesalut bwt trackingnya. Dikit nambh aja, klo qt jeli d slatan univ tulungagung msh tlihat relbedny mski cm 40mtr, batu kricaknya jg msh ad..dan memang betul klo polsek boyolangu itw dlunya bekas stasiun tanpa ada perubahan brarti, jadi jangan cuma dliat bentuknya aja..jalur tulungagung-trenggalek mulai Kedung lurah mpe Ngetal brada dkiri jalan raya, tlihat space yg lebar d kiri jaln, baru nyebrang jalan raya arah barat laut 100mtr barat ptigaan ngetal..dr situ spoorbed terlihat msh utuh mpe dpn smu 2 trenggalek yg skrg jadi jalan umum..kalo qt ikutin trus ke utara mp sungai ngasinan qt akan nemuin pondasi jembatan yg msh utuh, baik dsisi slatan maupun utara sungai..oia, jembtan plengkung utara pasar bendo dlunya brada d sungai/dam timur pasar bendo..
ReplyDelete1. ada kok, tapi memang tak begitu terlihat di dekat unita
Delete2. Polsek Boyolangu?
3. Ngetal itu mana ya? hehe
4. Sungai ngasinan itu apa yang pinggir kota Trenggalek?
5. Bagaimana bisa jembatan pindah tempat?
Menarik..saya baru nyimak sekarang ini...ternyata ada ya jalur rel mati Tulungagung-Trenggalek. Salam kenal, Saya dengan Nanda dari Jakarta, ibu saya asli trenggalek (pogalan), dari masa kecil saya dulu kalo mudik ke rumah si mbah sering naik kereta Matarmaja, turun tulungagung, nyambung Bus ke trenggalek. Eh ternaya ada sejarahnya ya rel kereta Tuluagung-Trenggalek. Luar biasa. lanjutkan
Deletesalam kenal juga mas Nanda. :-)
DeleteLapangan desa Suruhan Lor kecamatan Bandung konon dulu ada stasiunnya,
DeleteAnonymos, wow.. betulkah? Menarik sekali ini..
DeleteMelihat jejak masa lalu, seolah ingin merasakan suasananya...
ReplyDeleteayo tracking jalur madiun slahung....q dpt pict dr temen kynya menarik..
ReplyDeleteDiatas ini yang ngajak treking jalur MN-Slahung, siapa ya?
ReplyDeletene nmr q 081217747784, mz edy..salam kenal
ReplyDeletesiapa ya??
Deletemungkin ada yang terlewatkan dikit om, di ds. campurdarat masih terdapat sisa2 pilar jembatan peninggalan belanda atau warga setempat menyebut bangunan tsb dgn nama CINCIM, lokasi tepatnya berada di timur jembatan ds campurdarat kurang lebih 200 m kearah selatan. sekian, semoga bisa menambah koleksi gambarnya.
ReplyDeletesalam dari org campurdarat perantauan.
Maaf, jembatan Campurdarat yang sebelah mana ya? Spesifiknya dimana? Cz saya tidak melihat ada jembatan besar di Campurdarat....
DeleteDi tugu..tepatnya bwh jembatan kalipinggir msh ada besi bekas rel
ReplyDeleteYups betul dulu 2012 pernah saya foto, jdi pnsrn kondisiny skrg spt ap
Deletetp memang hanya di sisi timur saja yg masih tesisa sptny disisi barat pernh dibongkar mengingat dulu jg ada pembangunan terowongn niyama mgkin akibat pelebaran sungai
Deletekalo saya menelusurinya, dari tulungagung sampai bandung (campurdarat) rata2 di sebelah timur-selatan jalan, bahkan sampai daerah bendo pun sama di sebelah selatan jalan, masuk daerah kota trenggalek pindah ke utara-timur jalan utama
DeleteDulu th 2012 sya jg prnah blusukan di daerah tugu jg masih ada bekas pondasi jembatanny, 3 pasang seingatq
ReplyDeleteiya betul ada, cuma saya juga belum sempat nelisik kesana
Deletedapat info dari teman yang punya lahan di sekitar bekas jalur, katanya beberapa lahan ada yg statusnya masih HGB dari PT KAI (atau PJKA). Dengan kata lain, secara sah pemilik lahan masih PT KAI
ReplyDeletememang informasi yang valid akan diketahui ke kantor badan pertanahan tulungagung, hanya saja kalo kesana hanya karna 'iseng' karna keingintahuan pribadi saja, tanpa ada kepentingan yg lain, mungkin agak sedikit aneh.. kecintaan kita pada dunia kereta api saja mennjadi hal aneh bagi orang-orang biasa
DeleteWihh keren, salut mas 🙏
ReplyDeleteterimakasiih, sukses selalu
DeleteWihh keren, salut mas 🙏
ReplyDeleteDulu saya nemu di google jalur ka masih utuh di kec. Camour darat saya cari lagi gak ketemu .kmungkinan foto zaman belanda
ReplyDeleteiya, ada foto yang berlatar gunung budeg, terlihat jalur relnya dan ada jalan raya nya yg dulu masih sempit seperti jalan desa
DeleteAku dapat info kalau jembaan plengkung ( perempatan pasar pasar bendo belok kanan ) itu memang berada di kanan jembatan dawung dan merupakan bekas jembatan kereta api trenggalek. monggo bisa diperiksa. setelah di non aktifkan jalur keretanya, bekas jembatan dan jalurnya masih dipakai masyarakat buat angkut angkut kelapa dan tebu dari trenggalek ke tulungagung. Mungkin setelah di bongkar relnya oleh jepang pondasi jembatanya masih utuh. Nah ada kemungkinan/siapa tau tidak semua segmen jalur kereta campurdarat ke tugu relnya dibongkar. kemungkinan besar rel di jembatan plengkung samping jembatan dawung masih ada dan dipakai masyarakat untuk angkut-angkut. Tahun 1970an jembatan pelengkung dipindahkan ke utara pasar bendo yang sekarang jadi jembatan harian mobil dan bus. Alasan kenapa jembatannya di pindahkan karena bentuk jembatan masih bagus serta mulai tidak pakai masyarakat untuk angkut-angkut.
ReplyDeleteDulu di pasar bendo terdapat halte yang cukup kecil, di halte tersebut terdapat menara tandon air mirip yang di stasiun campurdarat sayangnya sudah tidak ada tandon airnya.
This comment has been removed by the author.
DeleteMaaf saya koreksi sedikit pemahamannya kalau jembatan plengkung tsb sepertinya bukan dari jembatan KA Dawung ada yg bilang juga dari jembatan KA baratnya pasar.. karena setelah saya lihat foto udara londo pada thn 1949, jembatan plengkung tsb posisinya memang sdh ada disitu mungkin sejak awal dibangunnya....
Deleteberikut saya sertakan fotonya.... bisa dibuka link ini
https://ibb.co/54Whhvw
Wah di foto itu sepertinya bekas jalur KA masih ada. Btw dapet fotonya darimana mas. Saya jadi kepo sama foto Trenggalek tempo dulu. Terimakasih mas atas informasinya
Deletesalam, Akma.. semua foto dokumentasi asli milik pribadi, penjelajahan langsung
DeleteBtw saya ini punya potongan Rel kereta
ReplyDeletePeninggalan mbah buyut
Masih bingung ini rel kereta apa
Relnya kecil
Entah itu rel roll tebu atau justru malah rel kereta trem Tulungagung Tugu
Potongan rel ini biasanya dipakai mbah untuk ngasah arit(Clurit)
Bila ukuran kepala relnya sebesar tongkat pramuka, itu bekas rel lori tebu
Delete-admin-