Jelajah Singkat Jalur Mati: Stasiun Tuban

Tuban, nama sebuah kabupaten dan kota yang terkenal dengan sebutan Kota Tuban Bumi Wali, karena terdapat banyak sekali situs sejarah makam para penyebar agama Islam di Jawa, khususnya di Jawa Timur. Tuban dahulu memiliki riwayat moda transportasi kereta api yang tertinggalkan, jalur kereta api cabang yang dahulu dioperasikan oleh NIS berada pada lintas jalur Babat-Tuban-Merakurak ini tak bertahan dari gempuran moda transportasi jalan raya. Meskipun era lokomotif diesel sempat memasuki jalur cabang ini dengan lokomotif tipe ringan seperti BB300 dan D300, jalur kereta api yang berdiri sejak tahun 1918 ini hanya bertahan selama 73 tahun dan akhirnya non aktif pada tahun 1984.  Pusat utama jalur kereta api mati di Kabupaten Tuban berada di tengah kota Tuban.



Setelah sukses menilik dua stasiun mati di jalur cabang Babat-Tuban, stasiun Plumpang dan stasiun Pesantren, kunjungan singkat saya bersama teman-teman IRPS di kota Tuban menyambangi stasiun utama yang sangat ternama di sebagian kalangan pecinta kereta api namun mungkin terlupakan oleh sebagian besar masyarakat Tuban, yaitu stasiun KA Tuban. Stasiun ini bertempat di Jalan Stasiun kota Tuban, tepat di ujung pertigaan gang Anggrek. Sebagai stasiun besar, mungkin dahulu memiliki jalur lebih dari 4 dalam emplasemen utamanya dan (kabarnya juga) memiliki unit dipo lokomotif yang berlokasi di sebalh timur stasiun. Sayangnya, kunjungan terbatas saya juga termasuk 'terbatasnya' ruang gerak saya disana untuk menilik ke dalam bangunan stasiun, karena menurut salah seorang warga stasiun ini pernah menjadi bengkel. Di sekeliling bangunan stasiun yang terasnya lebih tinggi sepertiga meter daripada jalan kampung di depannya tersebut, berdiri tembok yang tinggi dan pagar yang terkunci, sehingga saya dan teman-teman IRPS hanya bisa melihat sebagian kecil penampakan megahnya bangunan stasiun.

Stasiun Tuban tertutup tembok

Stasiun Tuban dilihat dari bawah pagar

Lorong stasiun Tuban