Di persepuran Indonesia, membaca nama "Pesantren" mungkin sebagian besar orang akan teringat, "Oh itu eks stasiun/halte Pesantren yang ada di Kediri...". Tidak salah sih, halte Pesantren adalah salah satu pemberhentian kereta api kelas trem di jalur cabang Kediri-Pare-Jombang, jalur yang dulunya milik Kediri Stoomtram Maschapij (KSM). Namun saya tidak membahas tentang halte Pesantren KSM itu, karena ternyata di Jawa Timur ada pemberhentian lain yang juga bernama Pesantren loh! Pos pemberhentian kereta api ini adalah stasiun Pesantren.
Sebelum post ini, ada paparan saya tentang eks stasiun Plumpang di
Jelajah Singkat Jalur Mati: Stasiun Plumpang, stasiun Pesantren ini masih satu "ekosistem" yaitu berada di jalur cabang mati/non aktif Babat-Tuban. Jadi, stasiun yang sudah nonaktif sejak akhir 1980an ini juga masih berada di wilayah Daop 8 Surabaya, dan stasiun ini juga berada di kabupaten Tuban. Kunjungan singkat saya di sepertiga akhir Januari 2018 kemarin merupakan kunjungan pertama saya di stasiun Pesantren ini.
Stasiun Pesantren ini merupakan salah satu perhentian dan merupakan stasiun yang paling dekat dengan garis pantai di jalur mati Babat-Tuban ini. Jalur mati loh yaa... Kalau di jalur aktif yang paling dekat ya stasiun Plabuan di Daop 4 Semarang. Hehehe.. Stasiun ini terletak di desa Kradenan, Kecamatan Palang, Tuban, makanya ada juga yang menyebutnya dengan stasiun Palang. Stasiun ini terletak di tengah-tengah pertambakan, sepertinya tambak udang karena ada kincirnya. Jadi stasiun ini berada di tengah hamparan petak-petak tambak udang.
|
Stiker pemberitahuan penumpang KA |
Sepengamatan sejenak saya disana, bersama rekan-rekan IRPS Surabaya, stasiun ini memiliki 2 jalur dg jalur lurusnya berada di jalur 1. Stasiun ini merupakan salah satu stasiun yang klasik, bahkan bila dibandingkan dengan eks stasiun Plumpang, stasiun Pesantren ini masih lebih original. Fisik bangunannya masih baik, tidak terlalu rapuh meski tak sebaik eks stasiun Plumpang, karena eks stasiun Plumpang nampaknya pernah mengalami renovasi total, sehingga bangunannya kurang terasa kebelanda-belandaan, malah lebih terkesan seperti stasiun baru dengan gaya bangunan khas Indonesia yang sederhana. Di stasiun Pesantren ini masih nampak tegel aslinya meski sudah tidak sangat utuh, sedikit acak-acakan. Tegel khas stasiun jaman kolonial yang masih asli buatan Holland (saya tahu setelah dengan susah payah membaca tulisan cetak di bawah tegel yang tidak tertutupi bekas cor semen jaman dulu). Baru pertama kali itu saya memegang wujud asli tegel belanda yang bentuknya kotak-kotak sempurna, asli buatan Netherlansch euy!! Pintunya tertutup rapat namun sebagian kacanya sudah pecah. Dan yang membuat saya terkesan, masih ada stiker pemberitahuan tentang peraturan naik kereta api di kaca pintunya yang sebagian masih utuh, dan juga sebuah kotak sampah biru bertuliskan "tempat sampah" khas jam duluu banget!! Kotak sampah itu diletakkan dibalik pintu dengan ditumpuki sesuatu dibawahnya untuk menutupi lubang kaca pintu yang pecah. Di sebelah barat bangunan ada tanda nama stasiun bertuliskan "PESANTREN". Bagian depan stasiun yang umumnya merupakan pintu masuknya tertutupi gubug milik petani tambak udang untuk menyimpan barang-barang.
|
Tegel asli dari Netherlansch (Holland) |
Mungkin ada yang bertanya-tanya, kalau kesana masih ada jalannya? Tenang, gampang banget kok, mobil aja bisa masuk kesana. Tapi hari semakin sore, saya dan rekan-rekan IRPS Surabaya tidak bisa berlama-lama di sana dan melanjutkan perjalanan ke pusat Kota Wali ini, tentu saja ke eks stasiun Tuban. (ew/ri)
Wuih, keren tulisannya. Saya juga tulis sejarah rel KA mati di kaskus soalnya gak konsisten ngeblog. https://kask.us/ivkL5
ReplyDelete