Sunday, 28 January 2018

Jelajah Pendek Jalur Mati: Stasiun Plumpang

Tuban. Tidak satu orang pun yang tak mengenalnya, terutama bagi kalangan umat muslim di tanah Jawa karena Tuban menjadi salah satu destinasi wisata religi. Bagi pecinta kereta api, Tuban terkenal dengan jalur KA non aktifnya yang beberapa tahun ini sempat santer beredar wacara reaktivasinya untuk angkutan barang. Dinonaktifkan jalur KA rute stasiun Babat hingga stasiun Tuban dan Merakurak (jalur mati ini mirip dengan jalur mati Tulungagung-Trenggalek, dimana rute jalur KA terminus di stasiun kecil) pada tahun 1990an, jalur mati ini menjadi salah satu jalur mati yang berumur relatif tidak tua-tua sekali dan jalur mati ini sempat dilalui KA dengan penarik rangkaiannya lokomotif diesel ringan untuk beberapa tahun.

Ada 4 lokasi stasiun yang saya bersama-sama kawan-kawan IRPS Surabaya kunjungi, diantaranya stasiun Plumpang, stasiun Pesantren, stasiun Tuban, dan paling ujung adalah stasiun Merakukak. Pada post pertama ini, saya akan memulainya dari eks stasiun Plumpang.

Teras depan bangunan eks stasiun Plumpang
Salah satu stasiun KAnya yang masih ada di jalur mati Babat-Tuban ini dan lumayan utuh adalah stasiun Plumpang. Stasiun ini adalah perhentian tingkat stasiun pertama dan perhentian ketiga setelah halte Tangkir dan halte Klotok, setelah stasiun Babat arah ke Tuban. Stasiun yang terletak di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban memiliki kondisi fisik yang masih cukup baik, mulai dari bagian depan hingga ke peron. Pada bagian depan stasiun, kondisinya agak berantakan, ada beberapa batangan besi frame dan barang-barang, tumpukan sampah serta banyak tumbuh rerumputan. Di dindingnya banyak coretan dan nampaknya stasiun Plumpang ini pernah menjadi rumah tinggal karena terdapat "gawangan" pintu ruang tamu seperti yang ada di rumah konvensional. Di kedua bagian samping atas stasiun terdapat ornamen nama stasiun Plumpang yang kelihatannya tersusun dari beberapa tempelan ubin kecil. Di salah satunya sisi sampingnya juga masih terdapat tiang telegrap yang menjulang tinggi. Sempat saya mengintip ke bagian dalam stasiun dari lubang jendela originalnya yang pecah kacanya, saya lihat ruangannya kosong tanpa ada perabotan apapun, suasananya gelap dan pengap.

Pintu salah satu ruangan yang dulunya langsung mengharap
peron jalur 1 eks stasiun Plumpang
Beralih ke bagian belakang stasiun, atau sisi peron stasiun, saya mendapati kanopinya masih utuh namun sudah ditambah tembok penutup untuk menambah ruangan pasca alih fungsi penutupan jalur KA itu. Entah mungkin maksudnya buat dipakai jadi dapur atau yang lainnya. Tembok tambahannya pun dibangun menutup penuh sepanjang peron, hanya saja membangunnya sengaja dirapatkan pada sebelah dalam kanopi, jadi ornamen samping kanopi masih terlihat di bagian luarnya.

Sebagai perhentian kelas stasiun, nampaknya stasiun ini memiliki jalur KA lebih dari satu. Saya belum tau lebih dalam, karena kali itu adalah kunjungan pertama saya kesana. Namun emplasemen jalur stasiun Plumpang itu telah tertutupi dengan rimbunan pepohonan, ilalang, dan tentunnya bangunan warga di sisi lainnya. Saya tidak menemukan adanya batangan rel yang masih tersisa, mungkin batangan relnya sudah hilang dijarah, tertimbun tanah, atau sudah diambil oleh PJKA. Di belakang eks stasiun juga terdapat rumah warga sekitar. Tak berlama-lama, kami melanjutkan perjalanan ke "situs" selanjutnya ke stasiun Pesantren.
(Bersambung)

Plat tanda aset bangunan eks stasiun Plumpang

1 comment:

  1. Semoga beberapa tahun lagi bangunan di atas sudah tidak ada, digantikan dengan bangunan stasiun yang megah dan lalu-lalang kereta api serta penumpangnya..

    Jalur utara sebenarnya sangat potensial tu untuk dihidupkan lagi,,

    ReplyDelete

Ada pertanyaan, keluhan, sanggahan, kritik, atau pesan-pesan lainnya, tinggalkan komentar Anda dibawah ini. Terima kasih