Wednesday, 25 November 2015

Jalur Mati KA: Visit Eks Stasiun Bondowoso


Hari itu perjalanan yang sangat panjang. Saya sebelumnya tidak menanggapi serius kalau agenda hari itu merupakan perjalanan yang cukup panjang. Sabtu, 21 November 2015 saya diajak Rio pergi hunting, saya hanya diajak saja dan tidak terlalu memperhatikan rundingannya dia dengan temen-temen yang lain. Katanya sih saya diajak hunting Kertajaya ekstra rangkaian panjang, saya pun menyiapkan perlengkapan hunting foto berikut tripot-nya. Pagi-pagi saya berangkat ke Spanjang, titik kumpulnya di stasiun Spanjang dan kami berangkat dengan menggunakan mobilnya Rio. Ternyata kita langsung berangkat ke arah Jember, katanya sih Kertajaya ekstra panjangnya bukan hari itu, tapi masih minggu depan. Wealaa.. Saya, mas Dika, mas Dimas+pacarnya, Rio dan Imam, bergegas ke Leces. Kabar yg saya dengar hari itu ada sebaran kricak di petak Probolinggo-Leces.


Bangunan PbSM yang jadi markas tentara.
Eks halte Djati SS
Hampir 2 jam perjalanan kami tiba di stasiun Leces, kami turun sejenak untuk bertanya ke PPKA stasiun Leces apakah ada KLB berjalan hari itu. Sang PPKA menjawab kalau hari itu memang ada KLB angkutan kricak, tapi hanya berjalan "konvoi" sampai beberapa PJL di timur stasiun Probolinggo. Karena saat itu pak PPKA sedang sibuk melayani KA 87 Mutiara Timur yang hendak lewat kami pergi tanpa dapat pamit terlebih dahulu, kembali menuju stasiun Probolinggo. Sekitar 20 menit perjalan, kami tiba di kota Probolinggo. Di daerah Jati, mas Dimas menunjukkan beberapa pos penting jalur Probolinggo Stoomtram Maschapijj, beberapa yang terlihat dari jalan raya yaitu beberapa batang rel yang menyembul di retakan aspal jalan, kantor PbSM dan lokasi dipo trem. Melewati PJL Jati, saya juga ditunjukkan eks Halte Jati milik SS yang masih berdiri, sayangnya saya tak berkesempatan meninjauya lebih dekat, kami langsung menuju emplasemen stasiun Probolinggo.

Pengisian gerbong kricak
Ternyata benar, KLB kricak masih timing di jalur 6 untuk memuat batu kricak ke gerbong KKBW eks divre. Batu-batu tersebut dimuatkan menggunakan excavator ke dalam 3 gerbong KKBW. Sekitar 10 sejak kami tiba, rangkaian dilangsir menuju jalur 2, tak lama kemudian genta 2 kali berbunyi, Sri Tanjung dari Banyuwangi akan segera datang, karena jalur 2 sebagai jalur utamanya ditempati rangkaian konvoi kricak, Sri Tanjung akan dimasukkan ke jalur 1.

Stasiun Probolinggo
Sub dipo Probolinggo
Memulai langsir
Langsir menuju jalur 2
Menunggu silangan Sri Tanjung
Silang Sri Tanjung

KLB konvoi kricak tebar di lintas.
Sesaat saya tinggal pergi ke mushola, Sri Tanjung berangkat, diiringi konvoi KLB kricak yang berangkat tanpa blok dan sinyal berangkat menuju petak jalan dengan cara berjalan mundur. Tak lama, rangkaian 2 MTT keluar langsir dari sub dipo Probolinggo untuk bersiap memecok jalur yang sudah ditaburi kricak yang baru. Tapi kami tak bisa berlama-lama karena hari sudah lewat siang, kami harus berangkat lagi menuju Bondowoso.

Jembatan KA khusus jalur PG Semboro
Dalam perjalanan kami mampir ke daerah Tanggul menuju Semboro. Saya diajak mengunjungi kompleks PG Semboro yang akhir-akhir ini cukup terkenal di jagat pecinta kereta api Jawa Timur. Saya diberi tahu kalo disana terdapat jalur "double gauge" yang menghubungkan stasiun Tanggul ke PG Semboro. Menurut kterangan, jalur tersebut digunakan untuk angkutan ampas tebu bahan baku pabrik kertas Leces. Saya mengerti apa itu double gauge, tapi karena saya belum pernah ke Semboro, saya tidak tahu double gauge-nya yang terpisah atau dalam 1 jalur terdapat 2 lebar rel. Sampai  di sebuah perlintas disamping sungai saya terperangah, ternyata memang double gauge dalam 1 jalur, ukuran 1067mm dan 700mm. Lebih mendekat ke PG Semboro, terdapat sebuah jembatan semi kurung seukuran jembatan KA biasa. Saya diajak menengok kesana, sesaat saya kagum dengan benda warisan sejarah ini. Jalurnya masih dipakai, meski hanya gauge 700mm yang dipakai. Tak lama kami kembali melanjutkan perjalanan.
Jembatan KA-lori PG Semboro
PJL PG Semboro
Gerbong penolong sub dipo Probolinggo
Sesampainya di kota Mangli, kami berinisiatif untuk memberitahu dek Puput, salah satu teman baik kami yang merupakan railfans Bondowoso. Awalnya saya iseng aja tanya, apakah dek Puput ada di rumah Bondowoso, saya bilang kalau saya kesana berdua saja bersama Rio, niatnya sih memberi surprise. Saking senengnya dek Puput, dia amat bersemangat sampai dia lupa ngecas hapenya dia sehingga komunikasi saya dengan dek Puput sempat berganti dari BBM jadi SMS. Selama perjalanan menuju Bondowoso kami banyak bercanda tentang banyak hal, terlebih ketika melewati daerah Maesan, kami terhadang kemacetan jalan karena tengah berlangsung pawai. Kami tidak tahu pawai apa yang sedang berlangsung di jalan utama Jember-Bondowoso yang tidak terlalu lebar itu, baru kami tahu setelah saya melihat spanduk yang terdapat tulisan Tragedi Gerbong Maut Bondowoso; Maesan-Bondowoso. Ternyata pawai atau karnaval yang masih dalam rangka Hari Pahlawan  itu menyajikan aneka kreasi gerak jalan yang bermula dari Kecamatan Maesan hingga selesai di Monumen Gerbong Maut kota Bondowoso.
Eks Gerbong penolong dipo Djati
Widiih... jauh benerr... Mungkin ada 15 km yang ditempuh dalam gerak jalan itu! Mas Dimas mulai banyak menggoda Imam suruh lihat cewek-cewek cakep dan semok yang nonton maupun peserta gerak jalannya. Beberapa saat kami tertarik dengan cewek peserta gerak jalan yag seksi dan aduhai yang berlari-lari kecil sehingga 'menyita' perhatian kami untuk beberapa menit, puncaknya secara tak sengaja saya berujar "susu kocok" pada Imam, karena sekilas saya teringat milkshake yang jadi tranding topic pembicaraan kami beberapa hari ini. Sontak kami semua tertawa terbahak-bahak, padahal ada pacarnya mas Dimas yang jadi satu-satunya cewek di mobil, tapi ikut tertawa terbahak-bahak juga. Hanya Rio yang terakhir tertawa, karena dia sibuk nyetir mobil jadi fokusnya pada kondisi lalu lintas yang ramai. Selama beberapa km sebelum kota Bondowoso, dek Puput terus meminta kabar posisi kami, padahal sempat saya bilang kalau kami sedang terjebak macet karena ada pawai jauh. Belakangan kami tahu ternyata dek Puput tidak mengetahui kalau ada pawai itu. sehingga terus saja menanyakan posisi kami hingga baterainya dia habis dayanya. Setelah memasuki kota Bondowoso, saya coba kirim BBM tapi malah cuma centang, saya SMS juga tidak masuk, apalagi saya telepon malah operatornya berkata sedang diluar jangkauan! Busheet...Setelah tiba di titik pertemuan yang dek Puput beritahukan sebelumnya, sengaja kami tidak berhenti karena lokasinya juga sedang ramai. Kami langsung menuju ke stasiun Bondowoso sembari menghubungi kembali dia lewat telepon.
Kantor resort jalan dan jembatan Probolinggo
dan PPCW eks GDB
Ternyata benar, dia masih tidak bisa dihubungi. Sesaat saya mengusulkan kembali ke titik yang tadi banyak terdapat polisi yang berjaga, mungkin teman-teman yg lain agak kesel meski menerima usulan saya, kami kembali kesana (maaf ya temen-temen...). Ternyata jalan memutarnya sangatlah jauh. Sesampainya disana, dek Puput malah gak ada, ya sudah kami langsung menuju ke stasiun karena hari menjelang gelap, nanti gak bisa mendokumentasikan stasiunnya. Pasrah, semoga saja dek Puput juga langsung menuju stasiun. Ternyata benar, dia juga sudah tiba di stasiun. Langsung saja kami masuk ke emplasemen stasiun lewat pintu samping stasiun, karena peron utama sudah tutup.


Peron stasiun Bondowoso
Stasiun Bondowoso ini merupakan satu-satunya stasiun besar di jalur mati yang masih beroperasi meski sebatas penjualan karcis secara reservasi. Penjualannya dibuka dari pagi entah jam berapa hingga sore sekitar jam 15.00. Di dalam emplasemen masih terdapat 2 jalur KA dengan rel ukuran R25 dan jalur 2 sebagai spoor lempengnya. Sebelah selatan jalur 1 juga terdapat jalur badug lengkap dengan weselnya. Perlengkapan persinyalanya juga masih terpasang lengkap, sinyal keluar, sinyal masuk 1 lengan saja, dan kawat sinyal berikut handle sinyal sistem Alkmaar yang masih komplit dan terawat. Lantainya masih dengan ubin asli kotak-kotak kekuningan untuk area peron khas stasiun besar jaman Belanda. Di tengah peron jalur 1 terdapat tumpukan rel wesel dan ada lori kecil. Beberapa fitur stasiun juga ada, kotak tempat sampah dari kayu khas jaman PJKA yang masih baik, juga ada tempat sampah berbentuk cup, sudah lama sekali saya tak melihat fitur stasiun yang satu itu di daerah asal saya di Tulungagung. Hanya saja, jam besar peron sudah tidak ada, diganti dengan speaker megapon, sepertinya speaked itu sudah ada sejak terakhir kali jalur KA lintas Kalisat-Panarukan itu beroperasi.
Sisa-sisa rel wesel dan lori
Handle sistem Alkmaar
Ubin peron masih asli

Stasiun Bondowoso view utara
Mengintip di ruang koridor tengah stasiun yang memiliki desain mirip stasiun Surabaya Kota (bangunan lama) ini, merupakan ruang loket yang di dindingnya terpampang foto besar KA saat terjadinya tragedi gerbong maut itu. Di sebelahnya terdapat ruang koleksi yang menyimpan perlengkapan operasional stasiun yang tertata rapi dengan beberapa tulisan penjelasan benda. Jadi stasiun Bondowoso ini sejak dinonaktifkan dahulu menjadi museum, benda cagar budaya saksi bisu gugurnya para pejuang yang menjadi tawanan Belanda, yang dipindahkan dari Bondowoso ke Probolinggo dan Surabaya melalui stasiun Bondowoso. Ada kurang lebih 300an pejuang yang menjadi tawanan itu gugur dalam perjalanan kereta akibat didesak-desakan dalam 3 gerbong barang tertutup tipe GR, lemas kepanasan dan kehabisan nafas. Ironis sekali.





Stasiun Bondowoso ini seolah-olah hidup segan mati pun tak mau, tidak KA yang melintas, tiada aktifitas operasional KA, jalur di lintas yang sudah hilang sebagian, namun masih dirawat dengan cukup baik dan masih beroperasi melayani penjualan karcis online. Terdapat beberapa warga yang bermukim di sebelah barat bangunan utama, mungkin mereka yang membantu merawat stasiun tersebut. Hari sudah gelap, kami mampir makan-makan dulu di caffetaria yang ada di pojok depan stasiun, maklum kami belum makan sejak siang hari. Saya mengajak pula dek Puput untuk sekedar minum es, karena saya ajak makan menolak sih... Sejam berlalu, selesai makan kami berpamitan sama dek Puput, saya juga menitipkan salam ke ibunya dek Puput, kami tidak bisa mampir karena waktunya terlalu singkat. Maafkan kami ya dek Puput, lain kali insya Allah kami ingin main kesana lebih lama.



7 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. saya heran, saya sempwt mengunjungi Bondowoso untuk melihat Stasiun Bondowoso, dan ketika saya mau masuk ke emplasemen buat hunting justru ada tulisan "DILARANG MENGAMBIL GAMBAR DI SEKITAR AREA STASIUN", apa emang udh gk boleh lagi ya masuk ke Emplasemen sama Foto2 di Stasiun Bondowoso?

    ReplyDelete
  3. saya heran, saya sempwt mengunjungi Bondowoso untuk melihat Stasiun Bondowoso, dan ketika saya mau masuk ke emplasemen buat hunting justru ada tulisan "DILARANG MENGAMBIL GAMBAR DI SEKITAR AREA STASIUN", apa emang udh gk boleh lagi ya masuk ke Emplasemen sama Foto2 di Stasiun Bondowoso?

    ReplyDelete
    Replies
    1. saat saya kesana juga ada tulisannya itu, tapi gak terjadi apapun. kenapa ada tulisannya? karena di sebelah selatan stasiun ada bagian yang ditinggali warga, mungkin ada alasan tertentu karena itu.

      Delete
  4. mungkin, warganya takut karena khawatir orang foto2 itu orang PT.KAI, jadinya agak takut.. padahal saya mau masuk, penasaran kyk gimana Stasiun Bondowoso

    ReplyDelete
    Replies
    1. sekarang kan museumnya sudah dibuka, gak tau untuk hari apa saja.. seingat saya ada info tersebut.

      Delete
  5. Welcome to Bondowoso...
    Sejak 2015, Stasiun sudah dicat dan diperbaiki ulang, untuk menyambut persiapan pembukaan museum KA ke tiga di Indonesia.. Dan sejak 17 Agustus 2016 Museum KA Bondowoso resmi dibuka.. Mungkin bisa balik lagi ke Bondowoso untuk melihat lebih jelas, Suasana jaman dulu.. :)

    ReplyDelete

Ada pertanyaan, keluhan, sanggahan, kritik, atau pesan-pesan lainnya, tinggalkan komentar Anda dibawah ini. Terima kasih