Tuesday, 13 October 2015

KLB Inspeksi Djoko Kendil Pertama Kali Ke Tulungagung

Tengah malam begini bukannya malah tidur malah  bernostalgia... :D Hahaha... Entah  kenapa saya jadi terkenang kala itu, sesaat saya memandang sebuah foto di pojok folder komputer saya, ingatan saya melayang ke sebuah peristiwa dimana kami RF Tulungagung berkumpul bersama. Ya.. Ingatan ke tanggal 1 Desember 2009.


Saat itu masih masa-masa bahagianya kami pecinta kereta api, banyak bersenang-senang, jarang bersitegang. Sepulang sekolah, bukan rumah tujuan saya, malah ke stasiun Tulungagung. Hehehe.. Maklum, saat itu saya masih belum pindah ke pusat kota, rumah masih jauh ke timur sana dan ibu saya kerja juga di pusat kota. Itung-itung sekalian aja nunggu jemput ibu saya. :D Hari itu, entah saya lupa harinya, saya dan teman-teman saya dapat kabar kalau ada KLB inspeksi istimewa. Kalau biasanya inspeksi pakai KRD Railone atau Wijayakusuma... paling jelek inspeksinya naik lokes, iya, KLB lokes tapi dinas sebagai KAIS, tapi hari itu inspeksinya pakai sepasang Kawis Djoko Kendhil.

Bapak-bapak pejabat disambut
langsung oleh pak KS
Jam pulang sekolah datang, saya bergegas ke stasiun Tulungagung bersama Nurman Candra dan Soni Laksono yang kebetulan saat itu 1 sekolahan, beda kelasnya sih... :D Disana saya berjumpa dengan RF senior (Almarhum) pak Edi Sumartono beserta putranya yang juga seorang pecinta KA, namanya Widyka, dan ada juga mas Yuwan, Surya, dan Delta. Karena baru pulang sekolah  pakaian juga masih pada pakai seragam putih-abu (agak biru, hehe..). Kita berkumpul di emplasemen eks jalur 5, dekat rumah dinas depan PPKA, saat itu stasiun Tulungagung masih amat sangat "merdeka", orang masih bisa keluar masuk ke emplasemen, naik motor/sepeda onthel dengan bebasnya. Warga Tulungagung dekat kota kala itu sangat senang main ke stasiun di waktu sore,  meski cuma sekedar duduk santai di rel jalur 4, bahkan bisa main voli di lahan terbuka yang dibuat mirip lapangan voli. Asongan masih merajalela kala itu. Dan saya masih ingat, saya sering beli jajanan ringan ke seorang mbah putri yg sudah renta tanpa alas kaki, menjajakan jajanan murah dalam plastik besar yang dibawanya. Saya seorang yang mudah iba, terlebih pada orang tua yang sudah lemah. Saya sering beli banyak jajan ke simbah, kalau sudah dibeli jajanannya, beliau seneng sekali, sampai mendoakan saya dan teman-teman semoga menjadi orang yang berguna meraih masa depan yang baik. Itu terjadi hampir setiap kami nyangkruk di stasiun tiap siang hingga sore.

Kembali tentang KLB inspeksinya tadi. Saat itu kami sudah harap-harap-cemas menanti kedatangan KLBnya, sesekali saya cek update via facebook, barangkali ada teman dari kota yang sudah dilalui KLB Djoko Kendhil memberi kabar tentang status dan posisi KLB nya berada. Maklum, tahun 2009 itu belum booming yang namanya BBM, android saja belum ada tahun segitu, belum sepesat perkembangan teknologi 6 tahun setelahnya. Saya juga intens menanyakan ke petugas kenalan kami disana, tentang posisi keretanya. Waktu itu saya dan teman-teman sudah kenal baik dengan hampir seluruh petugas yg ada disana, mulai dari KS sampai PJL kenal baik semua. Akhirnya, menjelang jam setengah 4 KLBnya tiba di Tulungagung.

Djoko Kendil berbogi K2
Kereta yang depan ini berfungsi sebagai kereta makan
dengan dilengkapi genset listrik.
KLB yang ditenagai lokomotif CC20123 yang baru saja mutasi dari dipo induk CN ke dipo induk SDT dan baru saja menjalani SPA itu tiba di stasiun Tulungagung dan diterima langsung oleh kepala stasiun Tulungagung, bapak Bayu. Sekedar intermezzo, pak Bayu itu merupakan kepala stasiun kedua yang mengenal dan menerima keberadaan kami para pecinta kereta api disana, beliau saat itu mutasi dari stasiun Kediri menggantikan (Almarhum) pak Agus Tri Sutrisno yang saat dimutasikan ke stasiun Madiun, di kota tempat tinggalnya. Perjalanan Kawis inspeksi yang terkenal dengan logo bulatan merah dibentuk mirip seperti kendil arak yang muncul di film Kera Sakti itu berhenti tepat di dalam kanopi, beserta lebih dari separuh badan lokomotif. Sebuah KLB kedinasan yang membawa rombongan petinggi kereta api itu menjadi moment yang tidak biasa, karena saat itu sedang ramainya calon penumpang KA Dhoho dan Penataran yang sudah duduk menunggu di barisan bangku peron.



Calon penumpang Dhoho berkesempatan menyaksikan
"kereta langka" yang belum pernah mereka temui.
Kereta makan yang nyaman, abaikan jajannya.. hehe..
Dapurnya, dah kayak dapur dirumah aja yaa.. :D
KLB berhenti beberapa menit di Tulungagung. Kami tak pernah menyangka kalau didalamnya ikut serta beberapa RF dari Surabaya, seperti (Almarhum) pak Edja Nusanto, mas Dimas Wahyu, dan mas Ian Antono yang juga merupakan seorang pecinta KA kelahiran Tulungagung. Saat itu saya masih belum kenal sama pak Edja, apalagi mas Dimas Wahyu, hanya mas Ian Antono yang saya kenal berkat karya-karya fotografi KA nya yang bagus-bagus dan membuat saya terpesona. hehe.. Kami sempat diajak masuk ke dalam kereta, melihat-lihat sejenak apa saja sih fiturnya yang ada di kereta Djoko Kendhil. Sejenak saya masuk di Djoko kendhil yang berfungsi sebagai Kereta Makan dan Pembangkit, ternyata bagus sekali interior Kawis Djoko Kendil ini. Desain interior denganukiran kayu berwarna coklat serasi dengan kereta yang sudah berusia hampir 8 lustrum itu, lengkap dengan dapurnya yang didesain mirip dapur rumah juga dengan aksen warna coklat. Namun sayangnya saya tidak sempat masuk ke Djoko Kendhil yang berfungsi sebagai kabin penumpang.

Kereta yang ini sebagai kabin penumpang dilengkapi
dengan kursi penumpang.

Ujung buntu dilengkapi lampu kabut
Keluar dari kereta, waktu saya manfaatkan untuk mengabadikan setiap detil kereta yang amat sangat jarang dan mungkin mustahil untuk kembali melintas di Tulungagung ini, kereta yang dibuat tahun 1930an itu memiliki desain yang nyaris oval kapsul. Pintunya unik, karena posisinya miring dengan tangga berundak di depan pintu. Berbeda desain dengan kebanyakan pintu kereta/gerbong yang posisinya menyamping lebar bodi atau menyamping panjang bodi. Pintu antar sambungannya masing-masing juga hanya satu, dengan pelindung antar sambung berbentuk harmonika, bukan karet. Sedangkan di persambungan yg lain, kedua kereta juga sama-sama berdesain buntu, seperti desainnya Kawis Nusantara yang buntu karena berfungsi untuk balkon. Uniknya, di ujung yang buntu tersebut terdapat 2 lampu kabut seperti yang dimiliki CC203/CC204 batch 2/CC201 batch 3. Entah sebenernya untuk apa lampu tersebut. 

Tahun Mulai Dinas (MD) dan Rehab (REH)
Untuk bagian set roda (bogi), Djoko Kendil ini masih asli dilengkapi dengan bogi tipe K2 uuntuk kereta IW 38221 (kabin penumpang) dan untuk kereta yang berfungsi sebagai restorasi (saya lupa nomornya) sepertinya dilengkapi bogi K3, karena punya jarak antar as rodanya panjang tiap boginya. Sangarnya, meski bogi juga tergolong tua, dari kabar yang saya peroleh masih sanggup untuk dipacu kecepatan hingga 90 km per jam lebih! Hebat beneer... Rekor itu diperoleh ketika sepasang ini dipacu bersama CC20015 yang didoubel dengan CC201 di lintas raya Jogja-Kutoarjo. Meski besi sudah pada tua, tapi performa masih seperti saat masih baru.

Kurang lebih selama 15 menit KLB berhenti, perjalanan pun dilanjutkan menuju Yogyakarta. Saat berangkat, dari kereta depan jendela sempat dibuka dan menyapa dari dalam kereta para RF yang tadi kita jumpai. Tapi bodohnya saya tidak menyapa mereka, karena terlalu asyik dengan rekaman video saya. Ckckckck...

Sekian itu kisah saya dengan KLB Djoko Kendhil "perdana" melintas di jalur kantung itu, nantikan tulisan saya tentang KLB Djoko Kendhil melintas di jalur kantung untuk kedua sekaligus yang terakhir kalinya. Wasalam.


2 comments:

  1. Mas kalau mau tahu tentang stasiun tugu bagimana ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. stasiun Tugu Trenggalek? wah saya juga belum mengetahui lebih jauh, untuk ruas Trenggalek-Tugu saya belum menelisik lebih jauh

      Delete

Ada pertanyaan, keluhan, sanggahan, kritik, atau pesan-pesan lainnya, tinggalkan komentar Anda dibawah ini. Terima kasih